Jadi Narasumber Pengajian Selapanan, KH. Tafsir Jelaskan Perbedaan Etika, Sopan Santun, dan Akhlakul Karimah
PWMJATENG.COM – Sopan santun merupakan tampilan seseorang di hadapan orang lain, sekalipun tidak menunjukan kebaikan sejati tapi sopan santun tetap penting untuk diajarkan karna sesuai kaidah Fiqih Nahnu nakumu fi dhowahir manusia hanya menilai orang lain sebatas yang nampak. Hal tersebut disampaikan Dr. KH. Tafsir, M.Ag. saat menjadi narasumber Pengajian Selapanan SMA Muhammadiyah 1 Muntilan, Ahad (3/9/23).
“Alhamdulillah mengawali pengajian MUHIMU mudah-mudahan ini menjadi yang pertama dan berkembang lebih baik di Pahing berikutnya. Dalam kajian etika ada perbedaan antara sopan santun dan akhlaqul karimah terkadang kita tidak berpikir bahwa ada perbedaan antara keduanya,” ucap Kiai Tafsir.
Pentingnya Sopan Santun
Sopan santun sebatas tampilan seseorang ketika berhadapan dengan orang lain, namun setelah tidak ada orang lain maka sopan santun tidak diperlukan. Sopan santun hanya dibutuhkan ketika ada orang lain. Maka jangan terkecoh dengan orang sopan karna sopan santun bisa jadi pembungkus kemunafikan sehingga orang sopan belum tentu orang baik.
Sekalipun sopan santun hanya tampilan orang lain, hal ini tentu saja tidak boleh diabaikan, sopan santun tetap harus diajarkan bagaimana seseorang tampil di hadapan orang lain, selain itu sopan santun juga diperlukan karna merupakan bagian dari kema’rufan jika kita hanya manegandalkan syariah terkadang tidak sepenuhnya ma’ruf.
Implementasi Al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari
Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan Tajdid (pembaharuan) yang bersumber kepada Al-Qu’ran dan sunnah, tidak cukup dengan Al-Qu’ran dan sunah tapi juga dengan Tajdid agar Islam dalam pemahaman serta pengamalannya sesuai dengan perubahan ruang dan waktu.
“Tidak ada Al-Qu’ran dan hadis baru yang perlu di perbarui adalah pemahamannya dan pengamalannya maka disitulah ada Tajdid (pembaharuan),” jelasnya.
Kiai Tafsir juga menambahkan bahwa tren saat ini banyak anak muda tertarik untuk menghafal Al-Qu’ran, sehingga sulit mencari anak muda yang bisa membaca kitab kuning, generasi muda saat ini hanya terjebak kepada menghafal Al-Qu’ran tapi lupa mempelajari Kitab tafsir.
Artinya bahwa Al-Qu’ran hanya dihafal tapi tidak dimengerti maknanya sehingga implementasi Al-Qu’ran dalam kehidupan sebagai umat Islam tidak ada karena hanya dihafal.
Ia juga mengajak kepada masyarakat Muhammadiyah agar Al-Qu’ran tidak hanya dihafal tapi ditafsirkan dan diamalkan dalam bentuk kehidupan kongkret, tidak hanya pada kehidupan ritual tapi juga pada kehidupan sosial dan faktual, sehingga Islam benar-benar tercermin dalam kehidupan kongkret.
Penulis: Mukhlis
Editor: M Taufiq Ulinuha