Islam: Agama Fitrah yang Suci dan Bertauhid
Islam: Agama Fitrah yang Suci dan Bertauhid
Oleh : Drs. Nashihudin, M.Si. (Majlis Tabligh PDM Jakarta Timur)
PWMJATENG.COM – Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah sendiri memiliki arti suci dan bersih, serta tidak membawa dosa atau noda sejak lahir. Setiap anak yang lahir dalam Islam sudah memiliki potensi untuk bertauhid kepada Allah Swt. Hal ini menegaskan bahwa dalam Islam tidak ada konsep dosa warisan, sebagaimana yang diyakini oleh agama lain. Allah Swt. menciptakan manusia dengan sifat fitrah ini, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sunnatullah.
Allah Swt. berfirman dalam Surah Muhammad ayat 19:
فَا عْلَمْ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَا سْتَغْفِرْ لِذَنْبِۢكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنٰتِ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰٮكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad: 47:19)
Fitrah dan Tauhid kepada Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia diciptakan dengan fitrah untuk bertauhid kepada Allah. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah dan agama yang lurus adalah Islam. Allah memerintahkan manusia untuk menghadapkan dirinya kepada agama ini dengan sepenuh hati dan lurus tanpa menyimpang.
Sebagaimana firman Allah dalam Surah Ar-Rum ayat 30-31:
فَاَ قِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا ۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّا سَ عَلَيْهَا ۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَـلْقِ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ۙ وَلٰـكِنَّ اَكْثَرَ النَّا سِ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Allah SWT juga memerintahkan untuk bertobat kepada-Nya, bertakwa, dan melaksanakan salat, serta menghindari perbuatan syirik:
مُنِيْبِيْنَ اِلَيْهِ وَا تَّقُوْهُ وَاَ قِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah.” (QS. Ar-Rum: 30-31)
Kecintaan Orang Beriman kepada Allah Swt.
Orang-orang yang beriman akan mencintai Allah SWT melebihi segalanya. Kecintaan kepada Allah lebih besar daripada kecintaan kepada apa pun di dunia ini, bahkan melebihi kecintaan kepada keluarga, harta, atau apa pun yang ada di dunia. Sebaliknya, orang-orang yang zalim akan mendapatkan azab Allah di akhirat nanti.
Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 165 menyebutkan:
وَمِنَ النَّا سِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَا دًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَشَدُّ حُبًّا لِّـلّٰهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْۤا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَا بَ ۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَا بِ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah: 2:165)
Tafsir Ibnu Katsir tentang Rahib dan Orang-Orang Alim
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan mengenai orang-orang yang menjadikan alim ulama dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. Firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 31 menyebutkan:
{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ}
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam.” (QS. At-Taubah: 31)
Baca juga, Tarjih Muhammadiyah: Hiburan, Termasuk Game Online Diperbolehkan Asal Tidak Melanggar Syariat
Kisah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzi, dan Imam Ibnu Jarir melalui jalur Addi bin Hatim R.a. menjelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw, membacakan ayat ini kepada Addi, Addi berkomentar bahwa mereka (orang Nasrani) tidak menyembah orang alim atau rahib mereka. Namun, Rasulullah (SAW) menjawab, “Sesungguhnya mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan pengikut mereka mematuhinya; itulah bentuk ibadah mereka kepada alim dan rahib mereka.”
Addi bin Hatim adalah seorang pemimpin dari kabilah Tayy, dan ayahnya terkenal dengan kedermawanannya. Ketika Addi mendengar dakwah Rasulullah (SAW), ia awalnya menolak dan melarikan diri ke Syam. Setelah beberapa kejadian, termasuk pembebasan saudara perempuannya oleh Rasulullah (SAW), Addi akhirnya datang ke Madinah dan memeluk Islam setelah mendengar penjelasan Rasulullah mengenai ayat tersebut.
Setelah memeluk Islam, Addi menyaksikan kebenaran Islam dan kecintaan Rasulullah (SAW) kepada umatnya. Beliau menjelaskan bahwa orang Yahudi telah dimurkai oleh Allah dan orang Nasrani berada dalam kesesatan. Hal ini disebabkan mereka lebih memilih untuk mengikuti alim ulama dan rahib mereka dalam menetapkan hukum, bahkan ketika hukum tersebut bertentangan dengan ajaran Allah.
Makna Ibadah yang Sesungguhnya
Dalam Islam, ibadah tidak hanya terbatas pada ritual seperti sholat dan puasa, tetapi juga mencakup kepatuhan terhadap hukum Allah dalam segala aspek kehidupan. Mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya adalah bentuk ibadah yang paling tinggi. Sebaliknya, mengikuti perintah manusia yang bertentangan dengan hukum Allah adalah bentuk penyimpangan yang sangat berbahaya.
As-Saddi, seorang mufasir, menambahkan bahwa banyak dari kalangan ahli kitab lebih memilih pendapat alim ulama mereka daripada mengikuti Kitabullah. Inilah yang menyebabkan mereka tersesat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa mereka selalu kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan hadits dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Ikhtisar
Islam sebagai agama fitrah mengajarkan kesucian dan tauhid yang murni kepada Allah SWT. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan dengan potensi untuk mengenal dan menyembah Allah. Tidak ada dosa warisan dalam Islam, dan setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa cinta kepada Allah harus lebih besar daripada cinta kepada apa pun di dunia ini. Dengan mengikuti ajaran Islam yang benar, seorang Muslim akan selalu berada di jalan yang lurus, sesuai dengan fitrah yang telah Allah tetapkan.
Editor : M Taufiq Ulinuha