Iduladha Berbeda Lagi! Ini Penjelasan Muhammadiyah Terkait Perbedaan dengan Arab Saudi
PWMJATENG.COM, Semarang – Berkenaan dengan perbedaan pelaksanaan Hari Raya Iduladha oleh Muhammadiyah dan Arab Saudi, Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, Abdul Fattah Santoso, yang juga Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, memberikan penjelasan sebagai berikut.
Penentuan awal bulan hijriyah versi Muhammadiyah masih menggunakan kriteria Wujudul Hilal (WH), yaitu adanya bulan baru di atas ufuk saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan berjalan. “Secara teori astronomi, semakin ke barat tinggi hilal (bulan baru hijriyah) semakin tinggi dan semakin ke timur hilal semakin rendah karena terbit hilal itu dari barat, berbeda dari terbit matahari yang dari timur,” jelas Abdul Fattah.
Hal ini sering membingungkan umat, karena waktu salat di Indonesia empat jam lebih dahulu dari Saudi, tetapi Iduladha justru lebih lambat. Waktu salat berbasis matahari yang terbit dari timur, sementara puasa atau Iduladha berbasis bulan (hilal) yang terbit dari barat. “Sudah berkali-kali terjadi perbedaan antara hari Arafah dan Iduladha Muhammadiyah dengan ketetapan Saudi atas dasar prinsip di atas,” tambahnya.
Pada tahun ini, tanggal 29 Dzulqa’dah 1445 jatuh pada hari Kamis, 6 Juni 2024. Salah satu syarat awal bulan, apapun kriterianya (WH atau rukyat), adalah terjadinya ijtimak (konjungsi), yaitu bertemunya tiga benda langit: matahari, bulan, dan bumi dalam satu garis lurus. “Kemarin, ijtimak terjadi pada pukul 19.39.58 WIB, setelah matahari terbenam,” kata Abdul Fattah. Jadi, saat magrib di Indonesia pada Kamis, hilal belum terlihat karena masih di bawah ufuk. Tinggi bulan di Yogyakarta pada Kamis kemarin adalah -3° 32′ 39″. Minus itu berarti hilal masih di bawah ufuk, alias bulan baru menurut kriteria WH belum terjadi.
Baca juga, Apakah Panitia Berhak Mendapatkan Bagian dari Daging Hewan Kurban?
Bulan baru di atas ufuk baru akan terjadi Jumat sore, maka PP Muhammadiyah menetapkan 1 Dzulhijjah bertepatan dengan hari Sabtu, 8 Juni 2024, sehingga hari Arafah jatuh pada Ahad, 16 Juni 2024, dan Iduladha pada Senin, 17 Juni 2024.
Pertanyaan yang muncul, mengapa Saudi mendahului satu hari? “Hal itu sangat dimungkinkan karena prinsip terbit hilal itu dari barat. Menurut perhitungan astronomi, tinggi hilal Dzulhijjah 1445 di Jeddah pada Kamis sore kemarin adalah +1° 11′ 32″. Menurut kriteria WH, hilal sudah di atas ufuk, sehingga esoknya Jumat, 7 Juni 2024 sudah 1 Dzulhijjah 1445,” jelas Abdul Fattah.
Yang mengherankan adalah keputusan Saudi yang menggunakan kriteria rukyat, di mana ketinggian hilal 1° lebih belum bisa dirukyat. “Ingat syarat visibilitas hilal Kemenag RI bersama MABIMS (Majlis Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) paling rendah 3°,” tegasnya. Namun, Saudi tetap menetapkan awal bulan hijriyah sepanjang ada yang mengaku telah melihat hilal dan bersedia disumpah.
“Dari pengalaman perbedaan di masa lalu, patokan Muhammadiyah terkait hari Arafah dan Iduladha adalah tanggal, bukan hari pelaksanaan haji di Saudi. Maka, ikuti saja maklumat PP,” pungkas Abdul Fattah.
Editor : M Taufiq Ulinuha