Iduladha 1445 H: Perbedaan Antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi
PWMJATENG.COM – Momen Iduladha adalah momen membahagiakan bagi umat Islam di Indonesia. Sekalipun tidak lebih meriah dari Idulfitri, Iduladha merupakan hari raya umat Islam yang kerap dinanti kedatangannya yang hanya tiba sekali dalam setahun. Akan tetapi kehadiran hari raya kurban tahun ini berpotensi menuai kontroversi. Pasalnya pelaksanaan Iduladha di tanah air berbeda waktu dengan Arab Saudi. Sebagaimana yang diketahui, bahwa Arab Saudi melaksanakan Iduladha pada Ahad 16 Juni 2024, sedangkan Indonesia baru menyelenggarakan Salat Iduladha pada Senin 17 Juni 2024.
Perbedaan tersebut menjadi semakin kontroversi tatkala dikaitkan dengan selisih waktu antara dua negara. Berdasarkan data yang ada, waktu Indonesia lebih awal dan memiliki selisih empat jam dibandingkan negeri penjaga dua kota suci tersebut. Pertanyaan besar tentu mengusik umat Islam, bagaimana mungkin Arab Saudi yang memiliki waktu lebih lambat melaksanakan Iduladha lebih awal daripada Indonesia?
Kontroversi semakin meruncing ketika Iduladha yang notabenenya berkaitan erat dengan wukuf di Arafah justru berbeda dengan negeri yang wilayahnya menaungi wukuf di Arafah. Sekilas terlihat tidak wajar dan patut dipertanyakan jika Iduladha yang memiliki nama lain hari raya haji dilaksanakan berbeda dengan pelaksanaan haji di tahun ini.
Dua kontroversi di atas mewarnai dinamika kehidupan umat Islam setiap terjadi perbedaan pada penetapan waktu pelaksanaan hari raya antara pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia. Dalam tulisan ini akan diulas secara singkat dan objektif mengenai perbedaan tersebut sehingga menghilangkan keraguan umat Islam, menambah kekhusyukan dan meningkatkan kerukunan dalam beragama.
Waktu Iduladha yang Berbeda
Sebelum membahas lebih jauh mengenai perbedaan waktu Iduladha, perlu dipahami terlebih dahulu pandangan ulama mengenai terbitnya hilal (bulan sabit muda) yang menjadi penentu pergantian bulan hijriah. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengamatan hilal yang dituturkan ulama dalam ilmu fikih.
Di antaranya adalah Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, pendiri Mazhab Syafi’i yang diikuti mayoritas masyarakat muslim di Indonesia. Beliau menuturkan bahwa dimungkinkan terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan hijriah antara dua wilayah karena perbedaan iklim dan jarak yang jauh antara wilayah tersebut. Oleh sebab itu, dalam Mazhab Syafi’i bukanlah suatu hal yang mencengangkan jika terjadi perbedaan Iduladha sebagai implikasi dari perbedaan penetapan awal Dzulhijjah.
Dengan memperhatikan dan mengikuti pendapat Imam Syafi’i, pada tahun 2018 Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) membuat kesepakatan regional bahwa di wilayah Asia Tenggara hilal hanya dapat terlihat jika ketinggian hilal mencapai 3 derajat di atas ufuk dengan elongansi (jarak dari matahari) 6,4 derajat. Kesepakatan ini didasarkan pada data ilmiah yang dimusyawarahkan antara para ahli ilmu falak dan astronomi di Asia Tenggara.
Baca juga, Iduladha Berbeda Lagi! Ini Penjelasan Muhammadiyah Terkait Perbedaan dengan Arab Saudi
Setelah kesepatan ini berlaku, maka penetapan awal bulan hijriah di Indonesia selalu berpatokan pada kriteria visibilatas hilal (imkan ar-rukyah) MABIMS. Kriteria tersebut merupakan perpaduan antara metode rukyatul hilal yang berfokus pada terlihatnya hilal dan metode hisab/wujudul hilal yang berfokus pada perhitungan keberadaan bulan sabit muda. Dengan menggunakan imkanur rukyah, pemerintah berupaya menciptakan titik temu antara metode hisab dan rukyat yang telah tumbuh dan berkembang di negeri ini.
Mengenai penetapan awal Dzulhijjah Arab Saudi yang mendahului Indonesia yang kerap dipersoalkan, perlu dipahami bahwa hal ini terbilang wajar dalam ilmu falak. Pasalnya dengan peredaran bulan yang mengelilingi bumi, hilal memiliki ketinggian yang lebih tinggi di wilayah barat dibandingkan wilayah timur. Merupakan hal yang wajar dan scientific ketika di Arab Saudi hila sudah terlihat, sedangkan di Indonesia tidak ada laporan melihat hilal.
Di sampping itu pada tanggal 06 Juni 2024, hari dimana Arab Saudi melihat hilal, hilal mustahil terlihat di Indonesia karena di Indonesia hilal masih berada di bawah ufuk, sehingga rukyatul hilal di Indonesia baru dilaksanakan pada tanggal 07 Juni 2024, sehari setelah Arab Saudi mengumumkan masuknya 1 Dzulhijjah 1445 H. Maka dari itu, perbedaan pelaksanan Iduladha merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebagai akibat dari perbedaan awal Dzhulhijjah.
Ulama Saudi Arabia juga menegaskan perbedaan tentang melihat hilal sebagai hal yang wajar. Sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin bahwa setiap kawasan memiliki rukyahnya masing-masing dan perbedaan penanggalan hijriah yang terjadi akibat hal itu dapat diterima.
Perbedaan pelaksanaan Iduladha merupakan perkara yang wajar dan memiliki landasan hukum. Umat Islam seyogyanya mematuhi dan mengikuti keputusan pemerintah sebagai ulil amri yang harus ditaati dalam Al-Qur’an. Terlebih lagi keputusan tersebut didasarkan pada data ilmiah dan pendapat ulama mu’tabarah.
Editor : M Taufiq Ulinuha