Hukum Bekerja di Tempat Maksiat dalam Perspektif Islam

PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan sehari-hari, manusia membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, tidak semua pekerjaan berada pada jalur yang benar dan diridai oleh Allah Swt. Masalah yang sering muncul adalah bekerja di tempat yang identik dengan kemaksiatan, seperti bar, diskotek, pabrik minuman keras, hingga tempat perjudian. Pertanyaannya, bagaimana hukum bekerja di tempat maksiat dalam Islam?
Makna Maksiat dan Kaitannya dengan Pekerjaan
Maksiat adalah segala bentuk perbuatan yang melanggar syariat Allah Swt. Pekerjaan yang berkaitan langsung dengan kemaksiatan jelas dilarang, sebab mendukung terjadinya dosa. Seseorang mungkin beralasan hanya mencari nafkah, tetapi Islam menekankan bahwa cara mencari rezeki harus halal dan tidak boleh bertentangan dengan syariat. Rasulullah Saw. bersabda:
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa rezeki yang halal menjadi syarat diterimanya amal ibadah seorang hamba. Bekerja di tempat maksiat berarti menafkahi diri dan keluarga dengan sesuatu yang kotor, sehingga tidak mendatangkan keberkahan.
Al-Qur’an tentang Bekerja Sama dalam Dosa
Al-Qur’an secara jelas melarang setiap bentuk tolong-menolong dalam dosa. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Baca juga, D1 Kemuhammadiyahan Angkatan ke-11 UMP Resmi Berakhir, Ini Pesan PWM Jateng untuk Para Lulusannya!
Ayat ini menjadi dasar larangan bekerja di tempat maksiat. Walaupun seseorang tidak melakukan maksiat secara langsung, tetapi keberadaannya dalam sistem yang menopang kemaksiatan sama saja dengan mendukungnya.
Ulama tentang Hukum Bekerja di Tempat Maksiat
Para ulama sepakat bahwa bekerja di tempat maksiat hukumnya haram. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa penghasilan dari pekerjaan haram tidak sah untuk dikonsumsi. Bahkan, ulama kontemporer menegaskan bahwa bekerja di bidang yang mendukung kemaksiatan sama dengan menjadi bagian dari kemaksiatan itu sendiri.
Misalnya, seorang pelayan di bar atau kasir di tempat perjudian mungkin tidak mengonsumsi minuman keras atau berjudi, tetapi ia membantu melancarkan usaha yang dilarang agama. Hal ini tetap tergolong dosa karena termasuk ta’awun ‘ala al-itsmi wal-‘udwan (tolong-menolong dalam dosa).
Dampak Buruk dari Rezeki Haram
Rezeki yang diperoleh dari jalan haram tidak membawa keberkahan. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih berhak terhadapnya.” (HR. At-Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan betapa berbahayanya rezeki yang diperoleh dari pekerjaan di tempat maksiat. Harta tersebut bukan hanya tidak memberi kebaikan, tetapi juga menjadi sebab datangnya murka Allah Swt.
Alternatif dan Sikap Muslim
Seorang Muslim dituntut untuk mencari pekerjaan yang halal, meskipun terasa lebih sulit. Islam memberikan motivasi bahwa siapa pun yang meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Nabi Saw. bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, kecuali Allah akan memberimu sesuatu yang lebih baik darinya.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menjadi penguat agar seorang Muslim tidak tergoda bekerja di tempat maksiat, walaupun iming-iming gaji yang ditawarkan besar.
Ikhtisar
Hukum bekerja di tempat maksiat dalam Islam jelas haram, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalil Al-Qur’an, hadis, serta pandangan ulama menegaskan larangan ini. Rezeki yang halal akan membawa keberkahan hidup, sementara rezeki yang haram akan mengundang murka Allah. Oleh karena itu, setiap Muslim hendaknya berhati-hati dalam memilih pekerjaan, memastikan jalannya sesuai dengan tuntunan syariat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha