Hidup sebagai Ujian: Menemukan Keseimbangan dalam Ibadah dan Kehidupan

PWMJATENG.COM – Hidup manusia pada hakikatnya adalah sebuah perjalanan ujian. Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Rozihan, dalam sebuah tausiyahnya. Ia menegaskan bahwa Allah tidak menciptakan kehidupan tanpa tujuan, melainkan untuk menguji siapa yang paling baik amal perbuatannya.
Rozihan mengutip firman Allah dalam Surat Al-Mulk ayat 2:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًۭا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Artinya: “Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.”
Menurutnya, kehidupan manusia selalu berdampingan dengan dualitas: sehat dan sakit, kaya dan miskin, sukses dan gagal, bahkan hidup dan mati. Semua itu bernilai sama di hadapan Allah, karena yang menjadi inti adalah kesanggupan manusia untuk tetap berbuat baik dalam setiap keadaan.
“Orang biasanya siap menerima nikmat sehat, tetapi tidak siap menghadapi sakit. Siap menjadi kaya, tetapi tidak siap ketika jatuh miskin. Padahal semua kondisi itu bagian dari ujian Allah,” ujarnya.
Dalam tausiyah tersebut, Rozihan juga menyinggung perbandingan waktu manusia dengan perhitungan waktu malaikat. Ia mengutip firman Allah dalam Surat Al-Ma‘arij ayat 4:
تَعْرُجُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍۢ كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍۢ
Artinya: “Malaikat-malaikat dan Jibril naik menghadap kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Ia menjelaskan, usia manusia 70 tahun jika dibandingkan dengan perhitungan malaikat, hanya setara dengan sekitar tiga menit. “Kalau begitu, apa yang bisa kita bawa menghadap Allah dari hidup yang singkat ini? Itu pertanyaan yang harus selalu kita renungkan,” katanya.
Keseimbangan dalam Beribadah
Rozihan menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah secara fisik. Sebagai contoh, hewan seperti sapi mampu bertahan dalam kondisi keras, sementara manusia mudah rapuh. Karena kelemahan inilah, Allah tidak membebani manusia untuk beribadah tanpa henti. Islam justru mengajarkan keseimbangan antara ibadah dan aktivitas kehidupan.
Baca juga, Modal Rohani dan Jasmani Umat Islam dalam Pandangan Ketua PWM Jateng Tafsir
Ia mencontohkan kisah Aisyah ra., istri Nabi Muhammad saw., yang suatu ketika melakukan salat sunnah hingga tubuhnya lemah, lalu diikatkan dengan tali agar tetap berdiri. Melihat itu, Nabi menegur: “Saya ini Nabi, saya juga makan, saya tidur, bahkan saya berhubungan dengan istri saya. Jangan berlebihan dalam beribadah.”
Dari kisah ini, jelas bahwa Islam melarang sikap berlebihan dalam ibadah atau yang dikenal sebagai tabattul. Menurut Rozihan, keseimbangan hidup justru tercermin dalam doa yang sering dipanjatkan umat Islam:
رَبَّنَا آتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةًۭ وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ حَسَنَةًۭ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa neraka.”
Amal sebagai Investasi Abadi
Setiap amal perbuatan manusia, kata Rozihan, akan menjadi investasi yang dibawa menghadap Allah. Ia mengingatkan hadis Nabi tentang tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat, saat matahari didekatkan dan manusia diliputi keringat hingga ke leher.

“Di hari itu, semua sama. Tidak ada derajat yang membedakan, kecuali amal perbuatan yang kita bawa. Karena itu, amal kebaikan harus dijadikan investasi,” jelasnya.
Ia juga mengutip hadis dalam Arba‘in An-Nawawi tentang tiga orang yang terjebak dalam gua. Ketiganya berdoa dengan menyebut amal saleh masing-masing agar Allah menyingkirkan batu besar yang menutup pintu gua. Satu di antaranya mengingat baktinya kepada orang tua, yang lain tentang menjaga amanah, dan yang ketiga tentang meninggalkan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah.
“Doa yang dikabulkan selalu ada investasinya. Kalau kita ingin doa kita diterima Allah, maka amal saleh harus menjadi modal utama,” ujar Rozihan.
Spirit Tulus dalam Berbakti
Dalam bagian akhir tausiyahnya, Rozihan menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua dengan tulus. Ia mencontohkan, ada orang yang tetap merawat orang tuanya meski saudara-saudaranya tidak peduli. “Berbuat baik itu jangan menunggu orang lain. Kebaikan sejati lahir dari ketulusan, bukan karena ikut-ikutan,” tuturnya.
Ia menegaskan, manusia memang diciptakan lemah, tetapi Allah memberikan kesempatan untuk mengisi hidup yang singkat dengan amal yang terbaik. Keseimbangan dalam beribadah, ketulusan dalam amal, serta kesadaran akan kefanaan hidup menjadi bekal utama menuju akhirat.
Rozihan menutup tausiyahnya dengan ajakan agar setiap Muslim menjadikan hidup sebagai sarana ujian yang disikapi dengan sabar, ikhlas, dan penuh keseimbangan. “Kalau hidup ini hanya tiga menit dalam perhitungan malaikat, maka jangan sia-siakan. Jadikanlah setiap langkah sebagai ibadah,” pesannya.
Kontributor : Septiana Bunga Ramadhani
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha