
PWMJATENG.COM – “Hidup itu berjuang,” demikian prinsip hidup Kasman Singodimedjo yang dipegang teguh sejak muda hingga akhir hayat.
Kasman Singodimedjo adalah seorang tokoh Muhammadiyah sekaligus Pahlawan Nasional. Gelar itu dianugerahkan pemerintah pada tahun 2018, setelah melalui perjuangan panjang sejak 2012 yang dipelopori oleh almarhum A.M. Fatwa. Sejarawan Anhar Gonggong, Yudi Latief, dan Mahfud MD menilai gelar tersebut sebagai pengakuan atas keteladanan, kenegarawanan, dan patriotismenya.
Latar Belakang dan Pendidikan
Kasman lahir pada 25 Februari 1904 di Bagelen, Purworejo, daerah yang juga melahirkan tokoh besar seperti Panglima Diponegoro, W.R. Supratman, Oerip Sumohardjo, Ahmad Yani, dan Sarwo Edhie. Nama “Singodimedjo” ia sandang setelah ayahnya, Haji Singodimedjo, wafat saat berhaji di Mekkah.
Pada usia 16 tahun, Kasman belajar langsung kepada Kiai Ahmad Dahlan. Tiga tahun kemudian, ia mulai aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Perjalanan pendidikannya sempat berliku. Ia pernah bersekolah di HIS Kwitang, lalu pindah ke HIS Kutoarjo, hingga melanjutkan ke MULO Magelang. Untuk bertahan hidup, ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Tahun 1924, Kasman kembali ke Jakarta dan menempuh pendidikan di STOVIA. Di sinilah ia bergaul dengan para tokoh nasional, masuk Jong Java, lalu mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB) pada 1925 setelah aspirasinya di Jong Java tidak terakomodasi. JIB berperan besar dalam menumbuhkan kesadaran keislaman sekaligus melahirkan generasi toleran. Kasman kemudian menjabat Ketua Umum JIB periode 1930–1935.
Meski beasiswa di STOVIA dicabut karena aktivitas politiknya, Kasman tidak menyerah. Ia akhirnya berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Mr.) dari Rechts Hooge School pada 1939.
Perjuangan dan Kiprah Nasional
Pada masa pendudukan Jepang, Kasman ditunjuk sebagai Komandan PETA Daidan I Jakarta, memimpin 500 pasukan. Menjelang proklamasi kemerdekaan, ia dipercaya Bung Karno mewakili umat Islam dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Baca juga, Mohammad Roem: Diplomat Muhammadiyah Asal Temanggung
Tanggal 17 Agustus 1945, Kasman turut mengamankan jalannya proklamasi. Namun keesokan harinya, ia menghadapi ujian besar: protes dari kalangan Kristiani terkait Piagam Jakarta. Atas dorongan para proklamator, Kasman membujuk Ki Bagus Hadikusumo agar umat Islam rela mengalah demi persatuan bangsa. “Tidakkah bijaksana jika kita sementara mengalah demi tegaknya Indonesia merdeka?” ucap Kasman, sebagaimana dicatat Artawijaya.
Kasman juga berjuang melawan pemberontakan PKI dan agresi militer Belanda II dengan bergerilya lebih dari 1.000 km. Di bidang pemerintahan, ia pernah menjadi Ketua KNIP (cikal bakal DPR), Menteri Muda Kehakiman sekaligus Jaksa Agung pertama RI, Ketua BKR, Kepala Kehakiman Militer, dan Menteri Pertahanan berpangkat Mayor Jenderal.
Ujian Penjara dan Kesetiaan
Kasman empat kali merasakan jeruji besi. Pertama, oleh Belanda pada 1940 karena meneriakkan “Untuk Indonesia Merdeka!” dalam forum Muhammadiyah. Tiga kali berikutnya terjadi di era Soekarno, termasuk saat dirinya dituduh terlibat PRRI/Permesta. Meski demikian, Kasman tidak pernah menyimpan dendam, bahkan ikut mengantarkan jenazah Bung Karno ke Blitar pada 1970.
Peran di Muhammadiyah
Sejak resmi menjadi anggota Muhammadiyah tahun 1949, Kasman aktif hingga ke pucuk pimpinan. Ia pernah menjabat Ketua Muhammadiyah Cabang Jakarta, Koordinator Muhammadiyah Wilayah Jakarta–Bogor–Banten (1968), serta salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah kantor Jakarta selama tiga periode.
Penyesalan dan Akhir Hayat
Penyesalan terbesar Kasman adalah janji yang tak pernah terwujud untuk mengembalikan tujuh kata Piagam Jakarta. Meski Soekarno sempat berjanji, hingga wafatnya Ki Bagus Hadikusumo (1954) dan bahkan hingga Kasman sendiri tutup usia pada 1982, janji itu tak pernah terealisasi. “Sayalah yang bertanggung jawab, semoga Allah mengampuni dosa saya,” katanya sambil menangis di hadapan Lukman Harun.
Kasman Singodimedjo wafat pada 1982. Namun, jejak perjuangannya tetap dikenang: seorang pejuang, negarawan, dan tokoh Muhammadiyah yang teguh memegang prinsip bahwa hidup adalah perjuangan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
Artikel disarikan dari website Muhammadiyah.or.id dan beberapa sumber lainnya.