Fatwa Haram Rokok Muhammadiyah: Kepastian Hukumnya, Sejarahnya, dan Jalan Dakwah Berkemajuan

Oleh: Irfan Sholahuddin Gozali, S.E., M.E.
PWMJATENG.COM, Rokok menjadi isu yang terus menjadi pembahasan di tengah warga Muhammadiyah. Ketika Majelis Tarjih dan Tajdid menetapkan hukum haram bagi aktivitas merokok, sebagian masyarakat menerimanya dengan lapang dada, namun sebagian lain masih merasa bingung atau belum siap. Kebiasaan merokok yang telah mengakar di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di lingkungan Persyarikatan, membuat isu ini semakin sensitif.
Tulisan ini hadir untuk mencerahkan, meluruskan informasi, serta mengajak dengan cara yang santun agar seluruh warga memahami kedudukan fatwa tersebut sebagai bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
1. Komitmen Muhammadiyah terhadap Penjagaan Jiwa
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah menegaskan bahwa gerak dakwahnya berlandaskan ilmu, akhlak, dan kemanfaatan. Dalam perspektif syariat, menjaga jiwa (hifz al-nafs) termasuk tujuan utama. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern yang membuktikan bahaya rokok bagi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi keluarga, perhatian Muhammadiyah terhadap isu ini menjadi sangat wajar.
Rokok bukan hanya persoalan gaya hidup individu, tetapi isu kesehatan publik, moral sosial, dan tanggung jawab keagamaan.
2. Dari Makruh Menuju Haram: Perjalanan Penetapan Hukum
Sejarah hukum rokok di Muhammadiyah berlangsung panjang dan penuh kehati-hatian. Sebelum 2005, rokok diposisikan sebagai makruh karena bukti ilmiah belum sekuat sekarang.
Pada periode 2005–2009, Majelis Tarjih memperluas kajian melalui laporan medis, dalil syariah, studi sosial-ekonomi, dan riset zat adiktif. Kajian dilakukan secara sistematis, bukan pendapat sesaat.
Puncaknya, Munas Tarjih XXI tahun 2010 memutuskan secara resmi bahwa merokok hukumnya haram, berdasarkan kaidah la dharar wa la dhirar, maqasid syariah, kewajiban menghindari bahaya, dan fakta ilmiah tentang dampak rokok terhadap kesehatan diri maupun orang sekitar.
3. Sudah Masuk HPT dan Bersifat Mengikat
Sebagian masih bertanya apakah fatwa ini sudah masuk Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Jawabannya tegas: sudah. Fatwa ini termuat dalam HPT Jilid 3 sebagai Putusan Tarjih Kontemporer sehingga bersifat resmi dan mengikat di seluruh Persyarikatan.
4. Penguatan oleh Muktamar
Fatwa haram rokok tidak berhenti pada keputusan Munas Tarjih. Muktamar ke-47 di Makassar menegaskan perlunya implementasi Kawasan Tanpa Rokok di seluruh Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Muktamar ke-48 di Surakarta kembali meneguhkan pentingnya gerakan hidup sehat sesuai putusan Majelis Tarjih.
Artinya, keputusan ini telah menjadi keputusan Persyarikatan, bukan sekadar wacana.
5. Meluruskan Keraguan “Itu Baru Fatwa”
Pandangan bahwa fatwa belum bersifat putusan adalah keliru. Fatwa hasil Munas Tarjih merupakan putusan syar’i. Ketika dimuat dalam HPT dan diperkuat Muktamar, statusnya menjadi keputusan Persyarikatan tertinggi. Secara organisatoris dan keagamaan, fatwa ini bersifat mengikat.
6. Bisakah Fatwa Ini Ditinjau Ulang?
Secara prinsip, setiap keputusan ijtihadi dapat dikaji ulang. Namun sejak 2010 hingga 2025, tidak ada putusan yang meninjau atau merevisi hukum haram terkait rokok. Artinya, fatwa ini tetap berlaku penuh.
7. Dakwah yang Berat tetapi Tidak Boleh Padam
Sosialisasi fatwa haram rokok bukan perkara mudah. Tidak sedikit warga ataupun kader Muhammadiyah yang masih merokok, dan sebagian merasa tersinggung atau belum siap. Namun kendala itu tidak boleh menghentikan dakwah.
Fatwa ini ditetapkan bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi untuk menyelamatkan. Merokok adalah kebiasaan, bukan identitas. Kebiasaan bisa ditinggalkan secara bertahap dengan keteladanan dan dukungan lingkungan.
8. Harapan untuk Warga, Kader, dan Pimpinan
Fatwa haram rokok bukan hanya keputusan hukum, tetapi gerakan peradaban. Karena itu:
Untuk Warga Muhammadiyah
Menerima fatwa sebagai panduan moral menuju hidup lebih sehat dan aman bagi keluarga.
Untuk Kader
Menjadi pelopor edukasi dan contoh nyata gaya hidup sehat.
Untuk Pimpinan Persyarikatan
Menegakkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tanpa menunda implementasi keputusan Muktamar.
Untuk Pimpinan AUM
Mewujudkan lingkungan bebas asap rokok di sekolah, kampus, masjid, rumah sakit, dan perkantoran.
9. Keteladanan sebagai Kunci
Keteladanan adalah ruh dakwah Muhammadiyah. Keputusan haramnya rokok hanya akan hidup bila dimulai dari contoh para pimpinan dan kader. Berhenti merokok bukan sekadar mengikuti fatwa, tetapi menunjukkan komitmen terhadap kesehatan dan masa depan umat.
10. Penutup: Muhammadiyah sebagai Pelopor Hidup Sehat
Fatwa haram rokok lahir dari kajian ilmiah, analisis syariah, keputusan Munas Tarjih, pengesahan HPT, dan penguatan Muktamar. Tugas kita kini bukan lagi memperdebatkan hukumnya, tetapi mengamalkan dan meneladankannya.
Semoga Allah menuntun langkah warga Muhammadiyah untuk meninggalkan kebiasaan yang membahayakan dan menggantinya dengan amal saleh yang membawa keberkahan bagi diri, keluarga, dan umat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor: Al-Afasy



