Doa Nabi Nuh dan Azab Bagi Kaum Pendusta

PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menggelar kajian tafsir Al-Qur’an yang penuh makna. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia dan Organisasi (DSDMO) UMS melalui kanal Zoom Meeting pada Kamis (21/8). Kajian tersebut mengupas kisah Nabi Nuh a.s. yang menjadi salah satu pelajaran penting dalam Al-Qur’an tentang dakwah, doa, dan azab bagi kaum yang mendustakan kebenaran.
Pemateri kajian adalah Ainur Rha’in, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMS. Ia menegaskan bahwa Surat Nuh menyimpan pesan besar mengenai kesabaran seorang nabi dan sikap keras kepala kaumnya. “Allah menggambarkan bagaimana Nabi Nuh mengajak kaumnya kepada jalan kebenaran selama ratusan tahun, tetapi ditolak secara terang-terangan,” ujarnya dalam penyampaian materi.
Menurut Ainur, doa Nabi Nuh menjadi titik penting dalam perjalanan dakwahnya. Setelah segala upaya tidak dihiraukan, sang nabi memohon kepada Allah agar orang-orang kafir tidak lagi diberi kesempatan hidup di bumi. “Doa Nabi Nuh diabadikan dalam Al-Qur’an. Beliau meminta agar orang kafir dihapuskan, bukan karena dendam, melainkan karena kekafiran yang diwariskan hanya akan melahirkan generasi pendosa,” tegasnya.
Ia menambahkan, doa tersebut bukan bentuk kemarahan semata, melainkan kepasrahan seorang nabi ketika pintu dakwah sudah benar-benar tertutup. Umat Islam, kata Ainur, diajak untuk memahami bahwa kesabaran dalam dakwah memang sangat diperlukan. Namun, ada batas ketika penolakan sudah menyeluruh dan kebenaran dianggap tidak lagi layak diterima.
Selain doa, Ainur juga menjelaskan bagaimana Surat Nuh menggambarkan keras kepalanya kaum kafir. Mereka digambarkan menutup telinga, menutup diri dengan pakaian, serta menolak setiap seruan Nabi Nuh. “Ungkapan ini menjadi simbol penolakan total. Mereka bukan sekadar menolak dengan ucapan, tetapi juga menutup semua pintu untuk menerima petunjuk,” jelasnya.
Perilaku tersebut, lanjutnya, tidak hanya terjadi di masa Nabi Nuh. Sampai hari ini banyak orang yang menolak kebenaran bukan karena tidak tahu, melainkan karena kesombongan dan ego yang menguasai hati mereka. Al-Qur’an menegaskan, akibat dari kesombongan semacam itu adalah azab yang pasti datang.
Baca juga, HUT ke-80 Jawa Tengah: Pemprov Gandeng Muhammadiyah, Teken Kerja Sama Strategis
Ainur juga menyinggung doa Nabi Nuh terkait keluarganya. Walau putranya termasuk golongan kafir, Allah menegaskan bahwa ikatan iman lebih utama dibanding hubungan darah. “Hal ini mengajarkan bahwa keselamatan di akhirat tidak ditentukan oleh garis keturunan. Keselamatan hanya ditentukan oleh iman dan ketaatan kepada Allah,” ungkapnya.
Dalam kajian itu, ia menekankan perbedaan mendasar antara orang beriman dan kafir menurut Al-Qur’an. Orang beriman dijanjikan ampunan serta keberkahan hidup, sementara orang kafir mendapat ancaman azab pedih. Pesan ini bersifat universal dan berlaku hingga akhir zaman.

“Umat Islam seharusnya mengambil pelajaran dari keteguhan Nabi Nuh dan ancaman Allah kepada kaum pendusta. Jangan sampai kita mengulang sikap arogan seperti kaum Nuh yang menutup diri dari wahyu,” pesannya menegaskan.
Ainur mengingatkan bahwa Al-Qur’an bukan sekadar cerita masa lalu. Kitab suci itu adalah cermin kehidupan masa kini, sekaligus peringatan agar manusia tidak mengulangi kesalahan umat terdahulu. Dakwah Nabi Nuh yang penuh kesabaran dan doa yang dipanjatkannya menjadi teladan bagi umat Islam di era modern.
Kajian tafsir yang digelar UMS tersebut menjadi momentum bagi peserta untuk kembali meneguhkan keimanan. Dengan meneladani kesabaran Nabi Nuh, umat diharapkan lebih tabah menghadapi penolakan, lebih bijak dalam berdakwah, dan tidak gentar dengan kesombongan yang ditunjukkan sebagian manusia.
Pesan terakhir Ainur Rha’in dalam kajian itu menegaskan, “Al-Qur’an mengajarkan bahwa keimanan adalah landasan keselamatan. Jangan sampai kita terjebak dalam kesombongan yang berujung pada azab. Mari kita ambil pelajaran dari doa Nabi Nuh dan menjadikannya cermin kehidupan.”
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha