Daya Tawar Muhammadiyah sebagai Civil society dan Tarikan Hegemoni Oligarki
PWMJATENG.COM, Surakarta – Perhelatan besar Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah Ke-48 yang digelar sejak tanggal 18-20 Nopember 2022 sudah usai. Kota Solo benar-benar sangat sibuk dan hiruk pikuk. Disamping Muktamar kota Solo di pekan ini kebetulan menjadi tempat event-even besar.
Rasa rindu yang terpendam dari para penggembira karena keterpanggilan rasa ukhuwah. Hal ini sesuai dengan untaian lagu penggugah theme song Muktamar, “Di Solo jalin ukhuwah”. Lagu ini pula menjadikan inspiratif dan kuatnya nilai panggil penggembira untuk dapat hadir di Solo.
Demikian juga Event besar Muktamar lima tahunan ini menjadi kegiatan rutin tertunda gara-gara pandemi. Penantian panjang para penggembira saat ini seakan terbayar lunas. Pasalnya pembukaan yang dihadiri dan dibuka secara langsung oleh Presiden Jokowi menarik perhatian para tokoh nasional lainnya untuk dapat menghadiri gawe besar Muhammadiyah. Hal ini pula yang menyedot perhatian publik atas pergerakan (movement) Muhammadiyah. Hingga tokoh, menteri dan lembaga negara turut hadir di pembukaan.
Sungguh Muhammadiyah saat ini tergambarkan sebagai kekuatan komunitas masyarakat dengan percepatan perkembangan AUMnya. Komunitas masyarakat berkeadaban inilah yang banyak orang menyebut civil society. Civil society akan mampu menjadi kekuatan moral dan menjadi daya tawar kalau Muhammadiyah benar-benar mandiri. Kekuatan moral Muhammdiyah seharusnya mampu menjadi penyeimbang dan bahkan mampu menjadi warna bagi dominasi kekuatan oligarki baik ekonomi maupun Politik. Prof. Zakiyyudin Rektor UIN Salatiga memberikan pandangannya, bila kekuatan pergerakan moral muhammadiyah ini benar-benar serius menjadi satu langkah secara bersama kolektif, maka menjadi keniscayaan Muhammadiyah menjadi kekuatan pilihan. Lanjut beliau, salah satunya adalah dengan mendominasikan kebaikan Muhammadiyah lewat kekuatan literasi dan media.
Daya tarik kehadiran para tokoh nasional memberikan bukti nyata adanya pengaruh berupa social impact yang kemudian menjadikan Daya tawar kultur sosial secara khusus bagi keberadaan Muhammadiyah saat ini dan yang akan datang. Seluruh rangkaian kegiatan Muktamar terselesaikan dengan sukses. Prof.Haedar Nashir dan Prof. Abdul Mu’ti masih dipercaya oleh muktamirin menakhodai Muhammadiyah 2022 – 2027.
Baca juga, Lima Menit Penentu Haedar Nashir Kembali Pimpin Muhammadiyah
Selaku utusan Muktamar, saya merasa bangga dan senang menjadi bagian dari pergerakan Muhammadiyah. Keharuan saya pecah di saat dapat melihat penampilan anak-anak yang sangat memukau, seperti penampilan para kader aisyiyah, HW, NA yang tergabung dalam paduan suara yang menyanyikan lagu Sang Surya, Mars Aisyiyah, Derap Berkemajuan, demikian juga dengan penampilan gerakan kolosal jurus pencak silat TSPM, Marching band, tari kolosal dari 7 PTM, mereka sebagai kader Persyarikatan menunjukkan secara benar bahwa mereka berada dalam sistem pergerakan Muhammadiyah berkemajuan.
Disaat para bapak-bapak di pucuk pimpinan pusat sampai utusan dari daerah dapat duduk bersama di dalam majlis musyawarah tertinggi ini, menandakan adanya kesetaraan dalam peran menghidupi pergerakan Muhammadiyah ini. Hanya berbeda pada struktur saja, namun dapat merasakan betapa ketawadhu’an dan merasa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, sehingga beban pekerjaan rumah besar Muhammadiyah ini membutuhkan sinergitas dan kebersamaan dalam irama langkah mengusung misi suci, “memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”.
Tak tampak adanya primordialisme dan egois sempit kepentingan golongan yang ditampilkan oleh Muhammadiyah. Sikap ini secara jelas menunjukkan sikap positif hanya mementingkan kemaslahatan umat dan masyarakat global.
Kekuatan moral yang telah disuarakan oleh Muhammadiyah dengan tegas dan lugas sarat ketulusan, sangat dominan mewarnai negeri ini sebagai bentuk dakwah dan kekuatan moral tersendiri. Suara minir bahkan upaya menggembosi langkah pergerakan Muhammadiyah seakan tak ada space bagi mereka yang tidak suka dengan perkembangan progressif Muhammadiyah hingga saat ini. Kalaupun mereka berniat mau menguliti Muhammadiyah, dari sisi manapun akan sulit menemukannya.
Sehingga patut disyukuri bersama keluarga besar Persyarikatan Muhammadiyah dimanapun dengan momentum besar Muktamar ini, untuk terus memacu diri dengan mengambil langkah mengubah gigi percepatan agar Muhammadiyah terus terakselerasi. Sebagai komunitas peradaban berkeadaban, dengan spirit pimpinan baru, komposisi yang proporsional yang diwarnai darah segar, setidaknya daya tawar sebagai civil society mampu diperankan strategis oleh Muhammadiyah. Dengan gaya kepemimpinan Prof.Dr.Haedar Nashir yang tegas namun sarat kesantunan dan kesahajaan di topang oleh semangat membara oleh Pimpinan dari unsur kaum muda, diharapkan kekuatannya mampu menembus benteng kuat oligarki politik yang nir akhlaq.