Budaya Moderasi Cerminan IMM Jawa Tengah Berkebudayaan
PWMJATENG.COM – Sebagai pusat peradaban adihulung, Jawa Tengah memiliki nilai antropologis dan historis yang tinggi. Nilai antropologis dimaksudkan sebagai perilaku masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas dan kental akan peri kemanusiaan. Nilai historis di sini dalam artian bahwa Jawa Tengah memiliki segudang fakta sejarah dalam berbagai dinamikanya yang mana memberikan pencerahan kepada generasi penerus untuk senantiasa berasal dari masa lalu untuk mencerahkan masa depan.
Humanisme yang berkembang dalam masyarakat Jawa Tengah dilandasi akan sikap saling kesepahaman bahwa masing-masing individu memiliki keberagaman baik agama; suku; ras; dan lain-lainnya. Interaksi antar individu tersebut melahirkan budaya/kearifan yang terus berkembang dari waktu ke waktu sampai kepada titik yang mampu melahirkan kerukunan dan kesejahteraan antar sesama. Sebagai bukti interaktif masyarakat yang dapat kita lihat sekarang yakni perpaduan arsitektur berbagai corak dalam satu tempat yang sama seperti masjid-masjid (Islam) berarsitektur joglo (Jawa) dan lain sebagainya.
Penghargaan atas entitas pribadi dari masing-masing individu diwujudkan dalam sikap toleran terhadap keberagaman. Perilaku masyarakat yang tidak saling mementingkan egonya melahirkan suatu bentuk tindakan disebut moderasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘moderasi’ diartikan sebagai penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata tersebut adalah bentuk lain dari ‘moderat’ yang bermakna sikap menghindari perilaku/pengungkapan ekspresi yang ekstrim. Moderat diartikan sebagai tindakan mengambil keputusan yang dilandasi pertimbangan segala aspek yang memengaruhi dari segala sudut pandang. Moderat bukan sikap tidak berpihak, namun ia adalah upaya menentukan sikap terbaik dengan pengambilan maslahat sebesar-besarnya dan pengurangan mafsadat sekecil-kecilnya.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan suatu gerakan mahasiswa yang berfungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna Persyarikatan Muhammadiyah. Ideologi IMM dengan perpaduan antar unsur keagamaan; keilmuan; dan kemanusiaannya menjadi resep jitu untuk meracik setiap menu pergerakan yang kesemuannya berorientasi kepada terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Melalui modal tersebut; apabila diresapi secara mendalam IMM seharusnya mampu berdiri sebagai garda terdepan dalam rangka mempersiapkan peradaban madani tersebut. Namun sepertinya kita masih perlu untuk menyingkirkan sekat-sekat tebal berlumut yang menghalangi jalur mengarah ke tujuan.
Sekat-sekat berlumut yang penulis maksudkan artinya berbagai masalah yang menumpuk namun tidak kunjung selesai. Masalah klasik yang terus menghantui di setiap langkah gerak IMM menjadi alarm bahwa kondisi pergerakan sedang tidak baik-baik saja. Degradasi akhlak yang ditoleransi (didiamkan) menjadi salah satu sebab kemerosotan kualitas pergerakan Ikatan. Secara praksis mungkin dapat dibenarkan jika kita (IMM) ikut aksi sana-sini, mengadakan diskusi itu-ini, dan ikut pelatihan di berbagai tempat. Pertanyaannya adalah seberapa esensial program-program tersebut bagi warga Ikatan dan masyarakat; apakah media tersebut memberikan pencerahan sehingga orang menjadi semakin bijak ataukah justru menimbulkan potensi menciptakan kekeruhan berpikir sehingga tindakannya akan memperburuk keadaan.
Sesuai dengan falsafah jawa ‘aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak cilaka’, sepertinya kita perlu menengok kembali bagaimana kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memberikah ruh/jiwa pada setiap nafas perjuangan Ikatan. Artinya bahwa kualitas kader sebagai aktor utama pergerakan perlu menjadi sorotan utamanya dalam pengembangan budi pekertinya. Hal tersebut diperkuat dengan aspek religiusitas yang menjadi pijakan IMM dalam mengarungi bahtera penghidupan.
IMM khususnya di Jawa Tengah dengan kekuatan kebudayaannya mengenai konsep diri dan interaksi sosial hemat penulis patut direfleksikan kembali sehingga sebagai kader pribumi tidak kehilangan identitasnya. “Wong Jawa aja nganti ilang Jawa-ne”, gen IMM Jawa Tengah sebagai kader berbudaya seminimalnya dapat diwujudkan kembali untuk usaha mengatasi kejumudan dan keesktriman akibat arus perang intelektualisme dari internal atau eksternal Ikatan.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi pergerakan terus berupaya untuk menelurkan gagasan untuk ikut serta memajukan bangsa dan negara. Namun apabila dalam setiap aktivitasnya tidak dibangun budaya moderasi yang matang tentu saja setiap keputusan yang akan diambil bersifat serampangan, penuh emosional, dan grusa-grusu. Apalagi kita tahu bahwa mahasiswa dengan jiwa muda yang membara memiliki idealisme dan spirit yang sedang tinggi-tingginya. Budaya moderasi sangat penting untuk meredam egoisme serta mengontrol emosi setiap kader untuk sebijak mungkin memnentukan sikap dan kebijakan organisasi untuk kemaslahatan bersama.
IMM Jawa Tengah dipandang perlu untuk memberikan role model dalam penerapan budaya moderasi dalam lingkungan pergerakan IMM. Penerapan budaya moderasi ini tentu saja tidak menghalangi sikap kritisisme dan rasa ingin tahu yang tinggi sebagai seorang intelektual; namun justru sebagai rambu-rambu agar setiap usaha yang dilakukan tidak keluar dari koridor norma-norma.
Penulis : Muhammad Bangkit Priyambodo (Bidang RPK PC IMM Kota Semarang)
Editor : M Taufiq Ulinuha