Azan dari Perangkat Elektronik: Apakah Masih Disunahkan untuk Dijawab?
PWMJATENG.COM – Di era digital saat ini, telepon seluler pintar atau smartphone menawarkan berbagai aplikasi yang memudahkan kehidupan sehari-hari, mulai dari media sosial, editor foto dan video, hingga layanan ojek online. Selain itu, dalam kurun beberapa tahun terakhir, televisi menjadi salah satu kebutuhan yang oleh sebagian masyarakat digolongkan menjadi kebutuhan ‘primer’. Hampir di tiap-tiap rumah warga terdapat televisi sebagai sarana informasi dan hiburan.
Dengan kecanggihan teknologi, muncul pertanyaan apakah mendengarkan azan dari perangkat elektronik, baik itu smartphone, televisi, dan lainnya masih dianggap disunahkan untuk dijawab dan apakah ada pahala kesunahan yang diperoleh dari menjawabnya?
Sejumlah ulama telah memberikan pandangan mengenai hal ini. Salah satunya adalah Syekh Ismail Zain Al-Yamani, seorang ulama terkemuka dari Makkah yang wafat pada tahun 1414 Hijriah. Menurut beliau, apabila suara azan yang didengar berasal dari lantunan langsung muazin, maka hukum menjawabnya tetap disunahkan dan mendatangkan pahala kesunahan.
Syekh Ismail Zain menjelaskan, “Jika azan didengar secara langsung dari muazin, hukum menjawabnya tetap berlaku dan mendatangkan pahala kesunahan. Namun, jika azan yang didengar berasal dari rekaman suara, baik melalui kaset atau perangkat digital, maka tidak disunahkan untuk menjawabnya dan tidak mendapatkan pahala kesunahan.”
Dalam kutipan berikut, Syekh Ismail Zain Al-Yamani menjelaskan lebih lanjut:
سُؤَالٌ هَلْ يُسَنُّ جَوَابُ الْأَذَانِ مِنْ مُكَبِّرِ الصَّوْتِ إِذَا كَانَ الْمُؤَذِّنُ بَعِيْدًا عَنْهُ بِحَيْثُ لَا يَسْمَعُ أَذَانَهُ إِلَّا بِوَاسِطَةِ مُكَبِّرِ الصَّوْتِ أَوْ لَا بَيِّنُوْا لَنَا ذَلِكَ؟ الْجَوَابُ نَعَمْ يُسَنُّ إِجَابَةُ الْمُؤَذِّنِ الْمَذْكُوْرِ وَالْمُكَبِّرُ غَايَةُ مَا فِيْهِ أَنَّهُ يُقَوِّيْ الصَّوْتَ وَيُبَلِّغُهُ إِلَى مُدًى بَعِيْدٍ هَذَا إِذَا كَانَ الْأَذَانُ مَنْقُوْلًا بِوَاسِطَةِ الْمُكَبِّرِ عَنْ مُؤَذِّنٍ يُؤَذِّنُ بِالْفَعْلِ أَمَّا إِذَا كَانَ الْأَذَانُ فِي الشَّرْطِ الْمُسَجَّلِ فَلَا تُسَنُّ إِجَابَتُهُ لِأَنَّهُ حَاكٍ وَالْحَاكِيْ لَا يُحَاكَى وَاللهُ أَعْلَمُ
Artinya, “Apakah disunahkan menjawab azan yang dikumandangkan melalui pengeras suara, jika muazin berada jauh sehingga suaranya hanya terdengar dengan perantara pengeras suara? Jawabannya, ya, tetap disunahkan untuk menjawab azan yang terdengar dari pengeras suara jika azan tersebut disiarkan secara langsung oleh muazin. Namun, jika azan tersebut merupakan rekaman, maka tidak disunahkan untuk menjawabnya karena rekaman hanyalah suatu perantara dan tidak termasuk dalam kategori yang disunahkan.”
Baca juga, Raja-Raja Islam dalam Lintasan Sejarah Indonesia: Pilar Kejayaan Nusantara
Dewan Majelis Qadha’ Tarim Yaman, melalui Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, yang wafat pada tahun 1360 Hijriah, juga memberikan penjelasan mengenai hukum menjawab azan yang disiarkan melalui radio atau televisi.
Dalam pandangannya, “Begitu pula dengan azan yang didengar melalui perangkat seperti radio, lebih dekat kepada pendapat bahwa menjawabnya disunahkan. Terutama jika azan tersebut disiarkan secara langsung (live) seperti yang kita dengar setiap hari dari Kota Makkah, jika sudah masuk waktu sholat. Oleh karena itu, menurut pandanganku, disunahkan untuk menjawabnya karena perangkat tersebut berfungsi untuk memberikan informasi dan hal ini termasuk dalam kesunahan.”
Menurut pandangan di atas, menjawab azan dari aplikasi smartphone atau perangkat elektronik lainnya tergantung pada cara azan tersebut disiarkan. Jika azan disiarkan secara langsung oleh muazin, maka menjawabnya tetap disunahkan dan mendatangkan pahala. Namun, jika azan tersebut merupakan hasil rekaman atau kaset, maka tidak disunahkan untuk menjawabnya.
Editor : M Taufiq Ulinuha