Apakah Kematian Adalah Takdir?

PWMJATENG.COM – Kematian adalah misteri yang pasti akan dialami setiap makhluk hidup. Tidak ada manusia yang mampu menghindarinya, seberapa besar pun kekuasaan, harta, atau teknologi yang dimiliki. Dalam pandangan Islam, kematian bukanlah sekadar akhir kehidupan, melainkan bagian dari ketetapan Allah yang telah ditentukan sejak manusia diciptakan. Pertanyaannya, apakah kematian benar-benar takdir yang tidak dapat diubah?
Kematian dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur’an dengan tegas menyebut bahwa kematian adalah ketetapan Allah yang tidak dapat dimajukan atau ditunda walau sesaat. Dalam surah Ali ‘Imran ayat 185, Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 185)
Ayat ini menjelaskan bahwa kematian adalah keniscayaan universal. Tidak ada satu pun makhluk yang luput dari ketentuan ini, baik manusia, malaikat, maupun makhluk lainnya. Dalam surah Al-A’raf ayat 34, Allah juga menegaskan:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Setiap umat memiliki batas waktu (ajal); apabila ajal mereka telah tiba, mereka tidak dapat menundanya sesaat pun dan tidak (pula) dapat memajukannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 34)
Kedua ayat ini menegaskan bahwa kematian merupakan bagian dari qadarullah (ketetapan Allah). Artinya, kapan dan di mana seseorang meninggal telah ditentukan oleh Allah sejak awal.
Takdir dan Upaya Manusia
Meski kematian adalah takdir, Islam tidak mengajarkan fatalisme atau menyerah tanpa usaha. Rasulullah ﷺ mencontohkan keseimbangan antara keyakinan terhadap takdir dan kewajiban untuk berikhtiar. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
“Beramallah, karena setiap orang akan dimudahkan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun takdir telah ditetapkan, manusia tetap diperintahkan untuk berbuat dan berusaha. Sakit, musibah, atau kematian memang takdir, tetapi menjaga kesehatan dan keselamatan adalah bagian dari ikhtiar yang diperintahkan Allah.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Sebagai contoh, seseorang tidak dapat memastikan kapan kematiannya tiba, tetapi ia dapat menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan. Usaha itu tidak mengubah takdir, melainkan bagian dari rangkaian takdir itu sendiri. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa usaha manusia adalah wasilah (perantara) yang menjadi bagian dari kehendak Allah.
Kematian sebagai Pintu Kehidupan Baru
Islam memandang kematian bukan akhir dari segalanya, melainkan pintu menuju kehidupan yang lebih hakiki. Kehidupan dunia hanyalah sementara, sedangkan kehidupan akhirat adalah abadi. Dalam surah Al-‘Ankabut ayat 64, Allah berfirman:
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 64)
Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak terlena oleh gemerlap dunia. Kematian justru menjadi momentum bagi setiap jiwa untuk kembali kepada Sang Pencipta dan mempertanggungjawabkan segala amalnya.
Refleksi: Menyiapkan Diri untuk Takdir Terakhir
Jika kematian adalah takdir yang pasti, maka yang terpenting bukanlah mencari cara untuk menghindarinya, melainkan menyiapkan diri menghadapinya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (yakni kematian).” (HR. Tirmidzi)
Mengingat kematian membuat manusia lebih berhati-hati dalam bertindak, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat. Kesadaran bahwa hidup memiliki akhir menumbuhkan ketenangan batin dan keikhlasan menerima segala ketentuan Allah.
Ikhtisar
Kematian memang takdir yang tak dapat dihindari, tetapi bagaimana kita menghadapinya adalah pilihan. Islam mengajarkan agar manusia tidak takut pada kematian, melainkan menyiapkan diri untuk menghadapinya dengan amal kebaikan. Karena sejatinya, kematian bukan akhir dari kehidupan, melainkan awal dari perjalanan menuju keabadian di sisi Allah.
Dengan memahami kematian sebagai bagian dari takdir, manusia akan hidup lebih bermakna—tidak sombong ketika hidup, dan tidak takut ketika ajal tiba.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha