Khazanah Islam

Antara Kurban dan Ketimpangan Sosial: Menjawab Tantangan Distribusi yang Adil

PWMJATENG.COM – Ibadah kurban merupakan salah satu syiar penting dalam Islam yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan kemanusiaan. Setiap tahunnya, jutaan umat Islam di seluruh dunia menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan sebagai ekspresi solidaritas terhadap sesama. Namun, di tengah kemegahan pelaksanaan ibadah kurban, masih menyisakan persoalan klasik: ketimpangan distribusi. Pertanyaan besar pun muncul, apakah pelaksanaan kurban telah menjawab tantangan distribusi yang adil?

Secara prinsip, ibadah kurban bukan sekadar ritual penyembelihan hewan. Ia mengandung nilai kepedulian dan keadilan sosial yang mendalam. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hajj ayat 36:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebagian darinya dan berikanlah kepada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan kepada orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36)

Ayat ini menegaskan bahwa daging kurban harus sampai kepada mereka yang membutuhkan. Tujuannya jelas: menciptakan keadilan sosial melalui distribusi yang merata, terutama kepada golongan dhuafa dan fakir miskin.

Namun realitas di lapangan sering kali menunjukkan hal yang kontras. Di sebagian wilayah, terutama di perkotaan, daging kurban berlimpah dan bahkan menumpuk. Sementara di pelosok daerah atau kawasan terdampak krisis, masyarakat hanya menjadi penonton ibadah kurban. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam mekanisme distribusi yang belum menyentuh akar permasalahan sosial.

Padahal, semangat berkurban seharusnya membebaskan manusia dari sifat individualistik dan konsumerisme. Kurban bukan ajang pamer kemampuan finansial, melainkan bentuk ketakwaan dan kepedulian terhadap sesama. Rasulullah SAW bersabda:

مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ

“Tidak beriman kepadaku seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan dan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani)

Hadis ini menjadi teguran keras terhadap sikap abai terhadap penderitaan sekitar, termasuk dalam konteks kurban. Maka, tantangan umat Islam hari ini adalah bagaimana memastikan bahwa ibadah kurban bukan hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi mampu menjadi alat transformasi sosial yang menyentuh akar ketimpangan.

Baca juga, Menghidupkan Wakaf Muhammadiyah: Dari Aset Menganggur ke Amal Produktif

Pemerataan distribusi kurban membutuhkan sistem yang transparan, akurat, dan berbasis data sosial. Lembaga-lembaga zakat, infak, dan sedekah (ZIS) serta panitia kurban perlu menjalin sinergi dengan lembaga sosial lain untuk memetakan wilayah-wilayah yang rawan pangan atau kurang akses terhadap kurban. Bahkan perlu dipertimbangkan sistem distribusi lintas wilayah, sehingga daging kurban tidak hanya berkutat di lingkungan terdekat.

Selain itu, pendekatan teknologi dan digitalisasi juga perlu dioptimalkan. Sistem pelaporan, pemetaan, dan pelacakan distribusi daging kurban melalui aplikasi atau platform daring akan membantu transparansi sekaligus memastikan tidak terjadi penumpukan di satu titik dan kekosongan di titik lain.

Secara lebih luas, semangat kurban juga mengajarkan pentingnya menghapus ketimpangan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Kepedulian yang muncul saat Iduladha seharusnya terus hidup dalam bentuk gerakan filantropi, pemberdayaan ekonomi umat, dan pembelaan terhadap kelompok marjinal. Dengan demikian, ibadah kurban bukan hanya berdampak sesaat, melainkan berkelanjutan.

Akhirnya, ibadah kurban harus dimaknai sebagai panggilan spiritual dan sosial. Tidak cukup hanya menyembelih hewan, tetapi juga menyembelih ego dan kepentingan diri demi kemaslahatan umat. Kurban adalah tentang berbagi secara adil, menyentuh yang terlupakan, dan menyalakan harapan di tengah ketimpangan.

Sebagaimana firman Allah SWT:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)

Kurban yang benar bukanlah tentang banyaknya hewan yang disembelih, melainkan sejauh mana ibadah tersebut mampu menjawab panggilan keadilan sosial yang sejati.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE