IMM dan Politik Adiluhung: Antara Politik Nilai dan Politik Praktis
IMM dan Politik Adiluhung: Antara Politik Nilai dan Politik Praktis
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Instruktur Madya IMM Jateng; Eks-Trainer DAP IMM Sulsel 2022)
PWMJATENG.COM – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi mahasiswa Islam memiliki peran strategis dalam pembentukan karakter kader yang tidak hanya berorientasi pada keagamaan, tetapi juga pada nilai-nilai kebangsaan. Salah satu aspek penting dalam pembinaan kader IMM adalah pembelajaran politik, yang dalam pandangan Muhammadiyah disebut sebagai politik adiluhung. Politik adiluhung merujuk pada politik yang didasarkan pada nilai-nilai etis dan moral, berbeda dari politik praktis yang sering kali sarat dengan kepentingan kekuasaan.
Di tengah dinamika politik Indonesia yang kompleks, IMM menghadapi tantangan besar untuk memadukan antara politik nilai dengan politik praktis. Hal ini memerlukan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana kader IMM dapat tetap menjaga integritas dalam berpolitik, tanpa terjebak dalam permainan kekuasaan yang kerap menyimpang dari prinsip-prinsip etika.
Pengertian Politik Adiluhung dan Politik Nilai
Politik adiluhung adalah istilah yang menggambarkan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam politik, seperti kejujuran, keadilan, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam pandangan IMM, politik bukan hanya soal perebutan kekuasaan, melainkan sebuah alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan cara yang bermartabat. Hal ini selaras dengan pemikiran Ahmad Syafii Maarif, seorang cendekiawan Muhammadiyah, yang menyatakan bahwa “politik harus kembali pada panggilan moral dan etika, bukan sekadar alat untuk mencapai tujuan pragmatis.”
IMM sebagai organisasi berbasis nilai-nilai Islam memandang politik sebagai sarana dakwah dan pengabdian kepada umat. Oleh karena itu, politik nilai dalam konteks IMM menekankan pentingnya membangun sistem politik yang adil, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.
Politik Praktis dan Tantangannya
Di sisi lain, politik praktis merujuk pada praktik politik yang lebih bersifat pragmatis, di mana kepentingan kekuasaan dan pencapaian tujuan jangka pendek sering kali menjadi prioritas utama. Politik praktis kerap kali mengabaikan prinsip-prinsip moral dan etika, terutama ketika terkait dengan perebutan kekuasaan dan keuntungan pribadi.
Tantangan bagi kader IMM dalam politik praktis adalah menjaga agar nilai-nilai adiluhung yang menjadi landasan gerakan IMM tidak terkikis oleh kepentingan sesaat. Menurut Abdul Munir Mulkhan, seorang pemikir Islam, “politik praktis sering kali menjadi ujian bagi integritas kader organisasi Islam, di mana komitmen terhadap nilai-nilai adiluhung diuji oleh godaan kekuasaan dan pragmatisme.”
Implikasi Politik Nilai dalam Konteks IMM
Dalam menghadapi realitas politik praktis yang kerap kali bertentangan dengan nilai-nilai moral, IMM berupaya mengedepankan politik nilai sebagai panduan bagi kadernya. Politik nilai tidak hanya berbicara tentang bagaimana kekuasaan diperoleh, tetapi juga bagaimana kekuasaan digunakan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Salah satu implikasi dari politik nilai yang diusung IMM adalah pentingnya integritas dalam berpolitik. Kader IMM didorong untuk selalu berpegang pada prinsip kejujuran dan transparansi dalam setiap tindakan politik. Seperti yang diungkapkan oleh Nurcholish Madjid, “politik yang sehat hanya dapat berlangsung di tangan mereka yang memiliki integritas, yang menjadikan nilai-nilai etika sebagai landasan dalam bertindak.”
Selain itu, politik nilai juga menekankan pada pengabdian kepada masyarakat. IMM meyakini bahwa kekuasaan harus digunakan sebagai sarana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, bukan sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan. Ini mengingatkan kita pada pesan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang selalu menekankan pentingnya melayani umat dengan tulus.
Upaya IMM dalam Menghadapi Politik Praktis
Untuk menjaga agar kader IMM tidak terjebak dalam politik praktis yang pragmatis, organisasi ini telah mengembangkan beberapa strategi. Pertama, IMM memberikan pendidikan politik kepada kader-kadernya melalui berbagai pelatihan dan diskusi yang membahas pentingnya menjaga integritas dan nilai-nilai moral dalam berpolitik. Pendidikan politik ini bertujuan untuk membentuk kader IMM yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki etika yang kuat dalam berpolitik.
Kedua, IMM mendorong kadernya untuk selalu berdakwah melalui politik. Ini berarti bahwa setiap tindakan politik harus didasarkan pada semangat dakwah, yakni menyebarkan kebaikan dan mengajak orang lain untuk berbuat baik. Kader IMM diajarkan bahwa berpolitik bukan hanya soal meraih kekuasaan, tetapi juga soal memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan mengajak mereka menuju perubahan yang lebih baik.
Ketiga, IMM juga aktif dalam membangun jejaring dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi lain, akademisi, dan pemangku kebijakan. Dengan membangun jejaring ini, IMM berusaha untuk memperkuat posisi kadernya dalam dunia politik, sekaligus memastikan bahwa politik yang dilakukan tetap berlandaskan pada nilai-nilai adiluhung.
Ikhtisar
IMM menghadapi tantangan besar dalam menjaga agar politik adiluhung tetap menjadi landasan bagi kader-kadernya, terutama di tengah arus politik praktis yang kerap kali menggoda dengan kekuasaan dan pragmatisme. Namun, melalui pendidikan politik, dakwah melalui politik, dan pembangunan jejaring, IMM berusaha untuk menjaga integritas kadernya.
Politik nilai yang diusung oleh IMM merupakan manifestasi dari keyakinan bahwa kekuasaan harus digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Politik tidak boleh dipandang hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pragmatis, melainkan sebagai sarana untuk mengedepankan nilai-nilai etika dan moral. Sebagaimana dikatakan oleh Mohammad Natsir, seorang tokoh Islam Indonesia, “politik yang baik adalah politik yang mendekatkan manusia kepada Tuhan dan sesamanya.”
Editor : Ahmad