Revitalisasi Kepustakaan Muhammadiyah Berbasis Komunitas dan Amal Usaha
PWMJATENG.COM – Revitalisasi kepustakaan merupakan salah satu upaya penting dalam mendukung kemajuan intelektual dan spiritual suatu masyarakat. Dalam konteks Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam yang telah berdiri lebih dari satu abad, kepustakaan memainkan peran vital sebagai pusat pengetahuan dan pembelajaran. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, diperlukan upaya revitalisasi kepustakaan berbasis komunitas dan amal usaha untuk memastikan bahwa fungsi dan peran kepustakaan tetap relevan dan bermanfaat bagi generasi mendatang.
Pentingnya Revitalisasi Kepustakaan Muhammadiyah
Kepustakaan di lingkungan Muhammadiyah tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku, tetapi juga sebagai pusat penyebaran ilmu pengetahuan, dakwah, dan pendidikan. Dengan meningkatnya akses terhadap informasi digital, peran kepustakaan tradisional sering kali terabaikan. Oleh karena itu, revitalisasi kepustakaan menjadi penting untuk menjaga relevansi dan fungsionalitasnya. Menurut pendapat Bourdieu (1986) dalam teori modal budaya, perpustakaan memiliki peran dalam membangun modal budaya masyarakat, yaitu aset yang memungkinkan individu atau kelompok untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial dan intelektual.
Revitalisasi ini dapat dilakukan dengan memperkuat keterlibatan komunitas dan amal usaha Muhammadiyah dalam pengelolaan dan pengembangan kepustakaan. Dengan demikian, kepustakaan tidak hanya menjadi tempat penyimpanan pengetahuan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan komunitas yang mendukung pengembangan intelektual dan spiritual anggota Muhammadiyah.
Peran Komunitas dalam Revitalisasi Kepustakaan
Komunitas memiliki peran strategis dalam revitalisasi kepustakaan. Dalam hal ini, komunitas di lingkungan Persyarikatan atau yang terafiliasi dapat dilibatkan secara aktif dalam mengelola dan memanfaatkan kepustakaan. Misalnya, komunitas dapat berperan dalam menyusun program-program edukatif seperti diskusi buku, kajian literasi, dan lokakarya penulisan. Dengan keterlibatan aktif komunitas, kepustakaan dapat menjadi ruang yang hidup dan dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat.
Menurut Putnam (2000) dalam teorinya tentang modal sosial, keterlibatan komunitas dalam aktivitas bersama dapat memperkuat jaringan sosial dan membangun kepercayaan antaranggota masyarakat. Hal ini sangat relevan dalam konteks Muhammadiyah, di mana kepustakaan dapat menjadi pusat interaksi sosial dan intelektual yang memperkuat solidaritas dan kohesi komunitas.
Baca juga, Hikmah dan Asal Mula Penamaan Bulan Safar Menurut Ustaz Adi Hidayat
Selain itu, revitalisasi kepustakaan berbasis komunitas juga dapat menciptakan ruang untuk pengembangan literasi di kalangan anak-anak dan remaja. Melalui program-program yang melibatkan anak muda, kepustakaan dapat berperan dalam membentuk generasi yang melek literasi, kritis, dan berwawasan luas.
Kontribusi Amal Usaha Muhammadiyah
Amal usaha Muhammadiyah, yang mencakup berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, juga memiliki peran penting dalam mendukung revitalisasi kepustakaan. Amal usaha dapat memberikan dukungan finansial dan logistik untuk pengembangan kepustakaan, seperti penyediaan fasilitas yang memadai, pengadaan buku dan bahan bacaan, serta peningkatan akses teknologi informasi.
Misalnya, sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat menjadikan perpustakaan sebagai pusat kegiatan belajar mengajar yang interaktif dan inovatif. Dengan dukungan teknologi, kepustakaan dapat menyediakan akses ke berbagai sumber daya digital seperti e-book, jurnal elektronik, dan basis data online. Hal ini akan meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Muhammadiyah dan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan.
Selain itu, amal usaha di bidang ekonomi, seperti koperasi Muhammadiyah, dapat mendukung keberlanjutan kepustakaan melalui penggalangan dana dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Dengan dukungan ini, kepustakaan dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan zaman.
Dalam konteks revitalisasi kepustakaan berbasis komunitas dan amal usaha, teori partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Arnstein (1969) menjadi relevan. Arnstein menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan adalah kunci untuk mencapai keadilan sosial dan pembangunan yang inklusif. Dengan melibatkan komunitas dan amal usaha dalam pengelolaan kepustakaan, Muhammadiyah dapat memastikan bahwa kepustakaan tidak hanya menjadi milik segelintir orang, tetapi juga menjadi aset bersama yang bermanfaat bagi seluruh anggota masyarakat.
Selain itu, pandangan para ahli dalam bidang manajemen perpustakaan juga menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk mengoptimalkan fungsi kepustakaan. Menurut Clayton Christensen dalam bukunya “The Innovator’s Dilemma” (1997), inovasi yang berhasil sering kali muncul dari kolaborasi antara berbagai aktor dengan latar belakang yang berbeda. Dalam hal ini, kolaborasi antara komunitas dan amal usaha Muhammadiyah dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pengelolaan dan pemanfaatan kepustakaan.
Revitalisasi kepustakaan Muhammadiyah berbasis komunitas dan amal usaha adalah langkah strategis untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan kepustakaan dalam mendukung pengembangan intelektual dan spiritual masyarakat. Dengan keterlibatan aktif komunitas dan dukungan amal usaha, kepustakaan dapat menjadi pusat kegiatan yang dinamis dan inklusif, sesuai dengan kebutuhan zaman. Sebagaimana diungkapkan oleh para ahli, partisipasi masyarakat dan kolaborasi antar pihak adalah kunci untuk menciptakan kepustakaan yang berdaya guna dan berkelanjutan. Dengan demikian, Muhammadiyah dapat terus berkontribusi dalam membangun masyarakat yang cerdas, berwawasan luas, dan berakhlak mulia.
Editor : M Taufiq Ulinuha