Fluktuasi Rupiah: Tantangan dan Solusi Menurut Ekonom Muhammadiyah
PWMJATENG.COM, Surakarta – Merespons fluktuasi nilai tukar Rupiah, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan, membahas kondisi ekonomi Indonesia serta memberikan beberapa saran. Saat ini, kurs Rupiah berada di level Rp16.170 per US Dollar, memicu keluhan pelaku bisnis karena harga impor bahan baku industri yang melonjak, sehingga biaya produksi turut meningkat.
Menurut Anton Agus Setyawan, faktor eksternal menjadi penyebab utama melemahnya kurs Rupiah beberapa bulan terakhir. “Faktor eksternal yang paling berpengaruh adalah meningkatnya angka inflasi di Amerika Serikat,” papar Anton, yang juga menjabat sebagai Dekan FEB UMS. Selain itu, kondisi geopolitik global yang tidak pasti, seperti perang Ukraina-Rusia dan meningkatnya tensi konflik di Timur Tengah, turut menyebabkan pelemahan Rupiah.
“Faktor eksternal dari sisi ekonomi makro di level global pada tahun 2024 menunjukkan perlambatan dari 2,7 persen pada 2023 menjadi 2,4 persen tahun ini. Kecenderungan suku bunga tinggi karena peningkatan risiko ekonomi menyebabkan biaya pinjaman lebih tinggi, berdampak pada perlambatan investasi baru secara global,” ungkapnya.
Anton menjelaskan bahwa kondisi makro ekonomi Indonesia yang stabil sejak awal tahun tidak mampu menopang pertumbuhan ekonomi. Surplus neraca perdagangan terus menurun meski tidak mengalami defisit. “Kementerian Keuangan memprediksi defisit APBN tahun 2024 membengkak menjadi Rp609,7 triliun atau 2,7 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), meningkat dari perkiraan awal sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB,” ujarnya.
Baca juga, Pandangan Muhammadiyah tentang Hadis: Konsep, Kehujjahan, dan Akar Pemikiran (4)
Defisit ini disebabkan oleh kombinasi pendapatan negara yang menurun, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pajak, dan bea cukai, serta peningkatan belanja negara hingga 9,3 persen. Selain itu, intervensi Bank Indonesia tidak mampu menahan fluktuasi kurs Rupiah. “Pelemahan kurs Rupiah berdampak langsung pada pemerintah dan sektor swasta. Hutang luar negeri pemerintah dalam bentuk US Dollar otomatis naik, memaksa pemerintah menyesuaikan perencanaan belanja,” terangnya.
Anton Agus Setyawan mengemukakan beberapa langkah strategis untuk mengatasi tekanan pada kurs Rupiah. “Langkah pertama yang sangat utama adalah membangun industri dengan kandungan lokal yang tinggi,” ujarnya. Hal ini dianggap penting mengingat kondisi perekonomian sekarang sedikit mirip dengan situasi menjelang krisis ekonomi tahun 1998, di mana industri manufaktur sangat bergantung pada bahan baku impor.
Untuk pelaku bisnis, beberapa kebijakan yang harus segera dilaksanakan meliputi pemberian insentif bagi inovasi penggunaan bahan baku lokal, peningkatan kepatuhan eksportir dalam menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan dalam negeri, serta diversifikasi alat pembayaran perdagangan internasional.
“Sementara itu, masyarakat perlu diberikan edukasi untuk turut berpartisipasi dalam menjaga stabilitas kurs Rupiah dengan membeli produk dalam negeri dan menghindari spekulasi dengan US Dollar,” jelasnya.
Kontributor : Fika
Editor : M Taufiq Ulinuha