Sejarah Masuknya Muhammadiyah ke Kabupaten Kudus
Gerak Muhammadiyah pada awal berdirinya masih terbatas, yaitu di Kauman Yogyakarta sampai tahun 1917. Muhammadiyah mulai menjangkau daerah-daerah sekitarnya berkat kebiasaan KH. Ahmad Dahlan bertabligh sambil berdagang batik. Demikian pula waktu keliling di Jawa Timur, ternyata di kota-kota yang didatangi KH. Ahmad Dahlan mendapat sambutan yang baik, sebab sebagian besar pedagang batik juga berasal dari Yogyakarta. Misalnya di Ponorogo, Blitar, Sumberpucung, Kepanjen, Pasuruan, Jember dan Banyuwangi.
Para pedagang batik yang berasal dari Yogyakarta banyak tertarik pada figur KH. Ahmad Dahlan dalam berdagang, yang akhirnya tertarik juga pada tabligh-tabligh yang diadakannya. Kemudian mereka merintis berdirinya Muhammadiyah di tempat-tempat tersebut. Misalnya, Ranting Sumberpucung didirikan oleh keluarga Mataram (sebutan untuk orang Yogyakarta yang bertempat tinggal di Sumberpucung). Di tempat lainnya, Muhammadiyah didirikan karena tertarik oleh cita-cita Muhammadiyah, yang dikenal sebagai gerakan pembaharuan Islam, yang lebih menggunakan pola fikir atau pendekatan rasional dalam memecahkan masalah keagamaan sepanjang dibenarkan oleh ajaran Islam.
Pada tanggal 1 November 1921 Muhammadiyah berdiri di Surabaya dengan status cabang, diketuai oleh H. Mas Mansur dibantu oleh K. Usman, H. Ashari Rawi, dan H. Ismail. Dari Surabaya inilah Muhammadiyah berpengaruh hingga ke Kabupaten Kudus. Masuk dan tersebarnya Muhammadiyah di Kudus berpangkal dari dua arah, yaitu timur dan selatan. Dari jalur timur berpangkal dari Malang dan Surabaya, sementara dari jalur selatan berpangkal dari kota Yogyakarta.
Proses menyebarnya Muhammadiyah dibawa oleh kaum pedagang. MUbaligh Muhammadiyah di Kudus, H. Djamhari putra Dasiman, adalah seorang pedagang batik yang sering mengambil barang dagangannya ke Yogyakarta.
Tidak mengherankan kalau Muhammadiyah di awal penyebarannya lebih nampak sebagai gerakan kaum kelas menengah dari pada sebagai organisasi keagamaan yang lazimnya didominasi oleh kaum santri. Catatan sejarah Muhammadiyah mencatat bahwa pada tahun 1916, sekitar 47 % anggota Muhammadiyah berasal dari kalangan saudagar/wiraswastawan mengungguli kalangan pegawai/pamong praja maupun ulama dan profesi lainnya. Interaksi antara para pedagang biasanya ditindaklanjuti dengan kegigihan para ulama dan mubaligh.
Demikian juga yang terjadi di Kudus. Selain ditunjang oleh para pedagang yang banyak berkorban dengan harta kekayaannya, Pengaruh para ulama dalam menanamkan pemahaman keagamaan pun tidak kalah besar sebagai corong terdepan penyebaran Muhammadiyah di Kudus. Muhammadiyah di kota Kudus resmi berdiri dengan Surat Ketetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta sebagai Pimpinan Muhammadiyah Cabang (PMC) Kudus.
Ajaran dan pemahaman keagamaan dikembangkan oleh K.H.Ahmad Dahlan telah terpatri di sebagian kecil penduduk kota Kudus sejak tahun 1926. Hal tersebut dibuktikan dengan berdirinya SD Muhammadiyah pada tahun 1926.
Layaknya institusi pendidikan pada umumnya, SD Muhammadiyah 1 Kudus terlahir dari rahim Muhammadiyah di Kabupaten Kudus. Dengan semangat keikhlasan dan kedermawanan, para tokoh Muhammadiyah Kudus pada saat itu yang di motori oleh pemuda, untuk mencari kebenaran dengan melihat kondisi masyarakat yang jauh dari ajaran islam dan peradaban budaya. Pemuda yang berjiwa bersih tersebut berkunjung ke rumah K.H.R Asnawi. Mereka memohon fatwa dari K.H.R Asnawi untuk dapat belajar agama yang benar. Lantas K.H.R Asnawi memberikan saran, supaya mereka belajar agama yang lurus di kota Yogyakarta. Dengan izin Allah, mereka bertemu dengan seorang alim yang bernama K.H. AHMAD DAHLAN. (Fakhrudin/musywilmuhjateng.or.id)