Menilik Upaya Pemeliharaan RTH di Kota Semarang
Oleh : Febrianto*
PWMJATENG.COM – Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah yang kerap disebut sebagai Kota Lumpia. Ditilik dari sejarahnya, Kota Semarang dimulai sejak abad ke-8 Masehi, di daerah pesisir utara yang bernama Pragota yang sekarang bernama Bergota. Kota Semarang memiliki beberapa sungai/kali yang difungsikan sebagai sistem drainase untuk pengendalian banjir. Aeperti Sungai Garang, Sungai Kanal Timur, Sungai Plumbon, dan Sungai Bringin. Kota ini juga merupakan administrasi kota madya terluas di Pulau Jawa dan kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia.
Mengingat daerahnya yang termasuk pesisir pantai utara Jawa, keadaan cuaca panas terik merupakan problem lingkungan di Kota Semarang. Selain letak geografis, hal ini juga turut disebabkan meningkatnya temperatur udara karena pembangunan kota yang semakin berkembang seperti permukiman, gedung perkantoran dan fasilitas lainnya.
Berdasarkan pasal 29 ayat (2) UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap kota harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari luas kota. Ruang Terbuka Hijau kota ialah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) di suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) berperan sangat penting di perkotaan. Hal ini disebabkan perkotaan sudah mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat berbagai aktivitasnya. Jumlah penduduk di perkotaan yang padat dengan gaya hidup konsumtif sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pencemaran udara perkotaan merupakan salah satu bukti dampak negatif yang disebabkan semakin banyaknya kendaraan di perkotaan sehingga meningkatkan kadar CO2 yang tidak terserap oleh pepohonan.
RTH berfungsi meningkatkan rasa nyaman dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan kualitas dan pelestarian lingkungan. Bentuk RTH dibedakan berdasarkan tingkat kealamian, karakter ekologis, fungsional, dan status kepemilikan. Berdasarkan tingkat kealamian meliputi alami dan non alami/binaan, berdasarkan karakter meliputi kawasan dan jalur, berdasarkan fungsional meliputi kawasan perdagangan, perindustrian, pemukiman, pertanian dan kawasan khusus, serta berdasarkan status kepemilikan meliputi public dan privat. Tanaman ini akan membantu mengendalikan masalah lingkungan seperti menyerap jumlah CO2 dari kendaraan bermotor sebagai polusi di perkotaan dan mengendalikan sistem tata air kota. Selain itu, manfaat RTH lainnya antara lain mengendalikan genangan air dan adanya erosi, menyerap bau, dan mengurangi polusi padat, gas, dan suara (Nugradi, 2009).
Dilansir dari laman resmi Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang lih. https://dlh.semarangkota.go.id/, data terakhir yang diambil pada tahun 2021 menyatakan bahwa Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Semarang masuk dalam kategori “Cukup Baik” , data tersebut terakumulasi dari Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Udara (IKU), dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).
Baca juga, Sayangkan Ujaran Kebencian terhadap Muhammadiyah, Ketua PWM Jateng Minta Warga Persyarikatan Jangan Terprovokasi
Kawasan RTH RT/RW Kota Semarang jika dilihat berdasarkan kecamatan maka dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki kawasan RTH terluas adalah Kecamatan Gunungpati dengan persentase 26,63% dari luas total kawasan RTH. Selanjutnya terdapat Kecamatan Tugu dengan persentase 14,42%, Kecamatan Mijen dengan persentase 10,86%, dan Kecamatan Banyumanik dengan persentase 10,24%. Sedangkan kecamatan lainnya memiliki persentase di bawah 10%. (Dikutip dari Jurnal riptek oleh Astuti, W., Putri, B. L. R., Anwar, K., Yanti, N., & Pambudi, P. (2022)).
Dengan kata lain belum meratanya perseberan RTH yang ada disetiap wilayah (kecamatan) hal ini tentunya masih menjadi Pekerjaan Rumah bagi pemerintah daerah. dilansir dari TribunJateng.com (19/10/2022) DPRD akan mengawal pembangunan RTH yang akan dilakukan Pemkot Semarang.
“Harapan kami pengoptimalan RTH juga menyasar ke wilayah pinggiran, tujuannya agar semua masyarakat di Kota Semarang bisa merasakan manfaat pemaksimalan RTH, jadi tak hanya terpusat di tengah kota, Pembangunan mini gym, lapangan voli atau lainnya bisa dilakukan supaya pemanfaatan RTH lebih maksimal,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Kota Semarang, Suharsono.
DPRD meminta pengoptimalan RTH tak hanya sekedar untuk memperindah kota, namun bisa dijadikan sarana rekreasi dan olahraga masyarakat. Kepala Distaru Kota Semarang, M. Irwansyah, menuturkan, pengoptimalan RTH di Kota Semarang melalui pembangunan sport center akan dilakukan di tahun 2023 ini, adapun dua lokasi yang dibangun yaitu di Kalicari Kecamatan Pedurungan dan Pudakpayung Kecamatan Banyumanik dengan anggaran Rp 400 juta.
Di samping adanya pembangunan yang direncanakan, urgensi tentang penanaman pohon rasanya juga perlu dilakukan sebagai perbaikan kualitas udara dan upaya dalam menurunkan suhu rerata kota Semarang yang semakin ekstrem. Kawasan transportasi padat sebagai sumber cemaran udara berada di sepanjang jalan Siliwangi, jalan Arteri, jalan Pamularsih, dan beberapa area lain di Kota Semarang. Pada ruas jalan ini sudah terdapat jalur hijau namun masih belum sesuai karena jenis tanaman berupa tanaman hias sedangkan tanaman tahunan hanya beberapa saja. Peluang jumlah pohon dalam meredam cemaran udara masih dirasakan kurang, sehingga perlu dilakukan penanaman pohon jenis tanaman keras yang mempunyai sifat mampu menyerap cemaran udara dan mempertahankan iklim mikro. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan iklim.
Baca juga, PDM Jombang Secara Resmi Laporkan Oknum Peneliti BRIN ke Polisi
Sifat alami jenis tanaman dalam RTH akan mampu memperbaiki kualitas lingkungan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih jenis tanaman pengisi RTH dari berbagai fungsi. Beberapa fungsi tanaman dikemukakan sebagai berikut (Purnomohadi 1994).
1. Dedaunan berair dapat meredam suara.
2. Daun yang tebal dapat menghalangi suara dan daun tipis mengurangi suara.
3. Cabang-cabang tanaman yang bergerak dan bergetar dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara.
4. Trikoma daun dapat menyerap butir-butir debu, melalui gerakan elektrostatik dan elektromagnetik.
5. Pertukaran gas dapat terjadi pada mulut daun.
6. Aroma bunga dan daun dapat mengurangi bau.
7. Ranting pohon beserta dedaunannya dapat menahan angin dan curah hujan.
8. Penyebaran akar dapat mengikat tanah dan bahaya erosi.
9. Cabang yang melilit dan berduri dapat menghalangi gangguan manusia.
10. Bentuk dan tekstur daun berpengaruh terhadap daya serap sinat atau hujan dan daya ikat cemaran.
11. Bentuk kanopi tajuk pohon berpengaruh terhadap arus dan arah angin turbulensi lokal dan peredaman bunyi.
Di samping upaya pemerintah kota yang terus menggenjot pertumbuhan, pemerataan RTH di Kota Semarang ini, sebagai warga kota yang baik, kita juga perlu mengupayakan (menyukseskan) dengan ikut menjaga fasilitas RTH yang ada, pembangunan yang masif tanpa memperhitungkan aspek lingkungan juga dapat mengakibatkan berkurangnya open spaces. Kita juga sebagai manusia yang beriman dengan berpegang kepada perintah-Nya, bahwa manusia sebagai khalifah di bumi, yang hidup berdampingan dengan lingkungan dalam hal ini hewan, tumbuhan dan ekosistem yang ada. Kita perlu saling menjaga satu sama lain.
Baca juga, Antara Kebencian, Intoleran, dan Moderasi Agama
Betapa banyak bencana alam yang terjadi sebab hubungan antara manusia dan lingkungan yang tidak harmonis, dalam falsafah Jawa juga disebutkan “Memayu Hayuning Bawana” atau jika diartikan secara literal “memperindah keindahan dunia”, dan dapat dimaknai Tuhan semesta Raya ini telah menganugerahkan Bumi untuk ditinggali dan dirawat, maka tidak lain tugas kita selain daripada menjalankan syariat-Nya juga menjaga tempat yang kita tinggali ini.
Kesimpulannya, Bentuk RTH di Kota Semarang umumnya berupa lapangan olah raga, pemakaman, taman, taman rekreasi, lahan pertanian, dan lahan terbengkalai. Secara keseluruhan kebutuhan RTH di kota Semarang terbilang “cukup” namun jika ditinjau dari 16 kecamatan di Kota Semarang open spaces yang tersedia belum merata, pun dengan sebaran vegetasi, rendahnya komposisi dan kerapatan pohon (sangat jarang) terutama pada jalur jalan. Kondisi iklim mikro secara keseluruhan termasuk kategori “nyaman”, namun kondisi iklim mikro pada siang hari termasuk kategori “tidak nyaman”, karena dipicu oleh suhu udara yang panas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kurangnya vegetasi (tetumbuhan) yang ditanam sepanjang jalan, sehingga menyebabkan keadaan iklim mikro yang cukup panas dan kering.
Untuk mempertahankan kondisi iklim mikro yang nyaman terutama pada siang hari maka keberadaan RTH perlu ditingkatkan. Luas RTH berupa jumlah dan jenis tanaman pada taman dan jalur hijau jalan perlu diperluas, tentunya upaya pemerintah harus didukung pula dengan kesadaran masyarakat dengan memperbanyak gerakan menanam pohon, membangun lahan dengan memperhatikan aspek lingkungan, dan saling menjaga lingkungan dengan mengakar kepada pemahaman kita tentang dalil naqli dan falsafah jawa tersebut di atas.
*Pimpinan Komisariat Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Semarang
Editor : M Taufiq Ulinuha