Kampanye Agar Tidak Dipilih
Oleh : Achmad Hilal Madjdi*
PWMJATENG.COM – Bersenang-senang- adalah diksi yang paling tepat untuk menggambarkan Musyawarah Pimpinan Wilayah (Musypimwil) Muhammadiyah di Kabupaten Tegal pada penghujung Januari 2023. Bagaimana tidak? Pagi hari begitu menginjakkan kaki di bumi Tegal, anggota Musypimwil berburu cempe gemuk untuk sarapan. Memang tidak semua warung sate cempe gemuk buka–hanya beberapa di pagi itu. Sesaat kemudian, memasuki area pendopo Kabupaten Tegal, para peserta “tersengat” aroma durian yang menggoda. Adek-adek Kokam menjual durian-durian lezat legit dengan harga murah meriah, sebuah uji nyali dan godaan bagi kolesterolis dan hypertensis. Tak hanya itu, arena Musypimwil tak lebih bagai acara reuni, temu kangen sesama Muhammadiyingis.
Guyon atau gojekan juga menjadi diksi lain atas suasana Muspimwil. Sambutan Ketua PWM nyaris tak lebih dari standing up commedy namun seperti biasa, sarat dan bernas dengan konten-konten keummatan dan keorganisasian. Formalitas dan keseriusan hampir tidak nampak sebagaimana apa yang selalu menjadi guyonan Muhammadiyah, bahwa serius di Muhammadiyah justru berbahaya, “Lha wong gojekan wae amal usahanya ribuan”.
Lantas “jan-jane apa tujuan” Musypimwil? Semua warga Muhammadiyah (apalagi pimpinan) tahu bahwa agenda utama Musypimwil menjelang Musyawarah Wilayah (Musywil) adalah untuk menetapkan calon tetap Pimpinan Wilayah yang akan dibawa ke arena Musywil.
Kampanye untuk Tidak Dipilih
Anehnya, tidak ada pula aura apalagi kasak-kusuk antar anggota Musypimwil tentang kepemimpinan wilayah periode ke depan. Yang mengemuka sekali lagi guyonan, diawali dari group-group WA. Misal muncul lontaran batas usia 60 tahun untuk Pimpinan Wilayah ke depan. Ternyata yang melontarkan ide itu adalah salah satu calon pimpinan yang usianya juga di atas 60 tahun.
Ramai juga durian politik namun buntut-buntutnya “yarwe” (mbayar dhewe) setelah makan durian dan “pesta” durian di teras pendopo justru pada saat pemilihan atau penetapan 39 calon. Jadi bukan lempar-lemparan kursi tapi berbagi durian.
Baca juga, Ketua PWM Jawa Tengah : Matahari Tanpa Bumi, Nganggur!
Sepertinya indikasi penting kedewasaan bermuhammadiyah adalah kemampuan berguyon. Pernyataan kesediaan menjadi pimpinan bukan merupakan pertanda ditabuhnya genderang perang tetapi semata-mata ekspresi cinta suci dan tulus terhadap persyarikatan, dilandasi kesadaran dan kesiapan penuh untuk tidak jadi.
Prospek Muhammadiyah era Muktamar 48
Menyimak pola, gaya dan budaya pemilihan pimpinan di Muhammadiyah, seorang teman dari rumah sebelah sempat “khawatir” terhadap prospek gerakan dan kepemimpinan Muhammadiyah era Muktamar 48. Bahasa vulgarnya “kok gur ngono, terus piye?”
Memang, memasuki kehidupan dunia era 5.0, kegalauan hampir selalu disajikan dalam porsi besar oleh para cerdik pemikir. Porsi kegalauan ini biasanya ditaburi dengan bumbu politik, ekonomi, religiusitas, nasionalisme dan lain- lain dengan segala varianya. Kadang juga didramatisir dengan gambaran buruk masa depan anak bangsa dan agama (Islam) “as if he is God” dan “ngerti sak durunge winarah“.
Itu tentu berlebihan atau kebablasen karena paham ilahiah dan rububiah dalam Muhammadiyah tetap menepatkan “masa depan” anak manusia sebagai “unpredictable thing” atau wallahu a’alam. Namun sudah barang tentu tidak meninggalkan kewaspadaan.
Lalu mengapa Muhammadiyah begitu “enteng” dan santai dalam memilih pimpinan masa depan? Jawabnya sangat sederhana, yaitu bahwa kekuatan Muhammadiyah memang tidak terletak pada pundak figur pimpinan, tapi pada modal “kolegial kolektif” yang memiliki kekuatan amunitif melebihi uranium dan plutonium. So.. , kalimat “saya siap tapi jangan pilih saya,” adalah kalimat yang membudaya dalam Muhammadiyah di samping frasa-frasa lain seperti “kader selalu siap tapi pantang meminta” dan lain sebagainya.
Editor : M Taufiq Ulinuha
*Ketua PDM Kabupaten Kudus, Wakil Rektor IV Universitas Muria Kudus