Makna Muhammadiyah Menurut Saya
Alhamdulillah saya lahir dan besar dalam lingkungan Muhammadiyah; hal tersebut berlanjut hingga penentuan pendidikan formal TK sampai Pascasarjana di sekolah Muhammadiyah. apalagi beberapa pengkaderan ideologis mulai dari Taruna Melati I; Taruna Melati II; Darul Arqom tingkat Daerah sampai Nasional.
Beberapa perkaderan tersebut, Pesantren Ramadhan Muhammadiyah selama 20 hari di Buntalan Klaten adalah yang paling berkesan karena berlangsung secara langsung oleh KH Badruzzaman yang selalu semangat mengajari lagu Muhammadiyah gerakan Islam jika para santri mulai jenuh.
Dan dalam praksis kehidupan organisasi yang membawa paham ideologi saya juga tidak pernah bersama organisasi lain di luar Muhammadiyah; alur kehidupan itu yang membawa saya aktif dalam Muhammadiyah sekaligus sebagai pilihan dalam paham agama.
*
Namun; dalam beberapa tahun terakhir ini ada fenomena yang membuat saya sedikit gusar tentang paham jamaah atau pimpinan Muhammadiyah tentang Muhammdiyah itu sendiri. Tidak sedikit perbincangan jamaah atau pimpinan berkutat pada surga-neraka, halal-haram; daulah dan khilafah; isbal-cingkrang atau hal-hal yang bersifat tampilan “hijrah”.
Lebih ironis adalah bahwa hal-hal seperti itu menurut analisa sederhana yang saya rasa justru muncul dari paham beragama “kelompok lain” yang orang-orangnya entah kenapa saya juga merasa mereka bergerak di dalam tubuh Muhammadiyah; sementara saya tetap yakin bahwa apapun munculnya gerakan baru pastilah bahwa gerakan itu mempunyai maksud dan tujuan sendiri.
Melalui pemahaman sedehana saya itu yang menyebut dengan “politik gerakan” terlepas bahwa saya tentu sepakat dengan konsep Fastabiqul Khoirot; tetapi konsep ini silahkan melakukan dengan cara masing-masing dengan tidak mengganggu gerakan lain; apalagi masuk dalam gerakan lain sehingga terasa “mengganggu”. Biarkanlah Muhammadiyah menata rumahnya sendiri sebagaimana Muhammadiyah juga mempersilahkan gerakan lain untuk menata rumahnya sendiri.
Bahkan mengenai isu covid pun tak kalah ramai yang terdapat paham oleh banyak jamaah atau pimpinan dengan tendesi politik; terbawa teori konspirasi bahkan dipengaruhi oleh tulisan di sosial media yang kadang tidak jelas kebenarannya; sementara dilain sisi diskursus tentang hal tersebut sudah dibahas tuntas oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan sudah ada surat edar resmi yang dikirim ke semua tingkatan.
Beberapa hal di atas tentu menjadi perhatian khusus, bahwa ada semacam “kerapuhan” ideologi di ruang-ruang Muhammadiyah; perlu saya katakan bahwa narasi yang saya sampaikan bukan untuk mengambil posisi menolak dengan perdebatan atau pilihan gaya fashion yang digunakan; tetapi narasi ini hanyalah sebuah keresahan yang dimana nanti mampu menjadi refleksi kita bersama.
*
Muhammadiyah seperti yang tercatat oleh sejarah adalah sebuah organisasi yang profesional dengan cita-cita besar “Islam berkemajuan” yang mesti senantiasa berjalan seiring dengan roda zaman. Apabila bicara mengani ketuhanan; ibadah; bermasyarakat sebenarnya Muhammdiyah sudah selesai. Jika kita mau sedikit meluangkan waktu untuk memahami bisa saja kita membaca dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah, seperti Himpunan Putusan Tarjih; Tanya Jawab Agama; bisa juga berlangganan Majalah Suara Muhammadiyah yang mengandung kolom tanya jawab perihal fatwa dalam paradigma Muhammadiyah; lebih instan lagi dapat dikunjungi laman majelis Tarjihfatwatarjih.or.id
Sekali lagi; hal tersebut tentu aktivitas mudah jika ada iktikad baik untuk memahami paham agama dalam Muhammadiyah; kalau memang sedari awal tidak ada iktikad baik dan bertendensi memperdebat tentu apa daya bahwa kita akan lebih suka menggunjing.
*
Namun; sekali lagi persoalan ini adalah hal serius yang mesti kita sadari. Sebagai kader atau bahkan pimpinan dalam berbagai tingkatan; kita perlu semarak diskusi ideologi terutama pengarusutamaan paham agama dalam Muhammadiyah dan jangan lelah menyirami benih-benih yang sudah disemai di beberapa organisasi otonom, serta dalam Amal Usaha Muhammadiyah; sebagai pelangsung gerak langkah pimpinan Persyarikatan.
Sembari kita sedikit membawa diskursus jamaah yang lebih konstruktif dan berkemajuan sebagai ciri gerakan Muhammadiyah. Seperti pada pertikaian Negara vis a vis Agama; Muhammadiyah merespon konsep negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah sebagai konsep dan dokumen resmi dari Muhammadiyah yang disahkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang menjadikan pijakan kita memahami ke-Indonesiaan.
Tak kalah perlu kita perlu menghadirkan sentuhan sains dan teknologi dalam perbincangan atuapun pijakan langkah gerakan. Jangan sampai persoalan penyakit semacam covid selalu dikaitkan dengan adzab; politik ataupun konspirasi semata; tetap perlu adanya kajian ilmiah. Serta di era industrialisasi; Muhammadiyah mempunyai tanggung jawab atas ikrar yang memiliki tujuan untuk segera menerjemahkan revolusi industri 4.0 dalam setiap layer gerakan.
*
Terakhir Muhammadiyah adalah organisasi besar yang harus terus berjalan menghadapai tantangan zaman; tidak boleh Muhammdiyah menjadi rongsok zaman; hal tersebut perlu kita topang oleh kader dan jamaahnya yang selalu memiliki pola pikir melampaui zaman. Semoga kita terhindar dari penyakit membuang waktu dengan cara debat usang.
Rizka Himawan, S.Psi., M.Psi
(Ketua PDM Kudus, Wakil Rektor II UMKU)