Recruitment SDM Baru di AUM, Lebih Utamakan Kualitas SDM atau Kader?
Oleh: Annas Sayyidina (SD Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen)
Bulan-bulan ini cukup banyak AUM sekolah yang mengadakan perekrutan SDM baru. Hal ini biasa dilakukan karena ada SDM lama yang keluar atau memang ada kebutuhan penambahan SDM baru. Tidak terkecuali di SD Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen. Tahun pelajaran baru 2021/2022 ini membutuhkan tambahan beberapa guru dan staf tata usaha. Penambahan perlu dilakukan karena tahun ini meluluskan santri kelas 6 sebanyak 5 kelas dan menerima santri sebanyak 8 kelas untuk kelas 1 sehingga ada penambahan 3 kelas.
Kami membuka 9 lowongan untuk guru/asatidz dan staf TU. Dari 9 lowongan tersebut terdapat pendaftar sebanyak 182 orang. Hal ini menimbulkan rasa bersyukur dan bersedih. Bersyukur karena sekolah ini masih dipercaya dan diminati oleh banyak orang, sekaligus bersedih karena akan ada banyak orang yang tidak bisa tercapai harapannya.
Ada 4 sesi seleksi yang kami lakukan, yaitu seleksi administrasi, tilawah dan praktik salat, micro teaching, dan wawancara. Khusus seleksi wawancara, kami menggunakan metode yang mungkin agak berbeda dari biasanya. Biasanya satu pewawancara akan mewawancarai bergiliran satu calon guru. Sedangkan model seleksi wawancara, kami lakukan secara bersama antara pengurus, kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah. Secara bersama-sama mewawancarai satu per satu calon guru. Dalam memutuskan siapa yang diterima pun dibahas bersama-sama, sehingga yang diterima adalah benar-benar yang terbaik dari yang baik. Bukan berdasarkan like and dislike dari kepala sekolah.
Ada pertanyaan wajib yang kami tanyakan kepada seluruh calon guru, seperti “Saat ini ikut ngaji rutin tidak?”
“Ngaji di mana?”
“Ikut ngaji di Muhammadiyah tidak?”
Beberapa menjawab sudah rutin mengikuti kajian rutin. Namun, ada juga yang belum secara rutin mengikuti kajian. Pertanyaan selanjutnya adalah “Jika diterima di SD Birrul, maukah aktif mengikuti kajian di Muhammadiyah?”
Alhamdulillah, hampir semua menjawab, “Siap!”
Beberapa waktu lalu muncul diskusi di salah satu grup WA, pegawai di AUM haruskah diwajibkan aktif di Muhammadiyah? Termasuk bagaimana jika ada calon SDM baru yang memiliki kualitas yang baik tapi bukan kader Muhammadiyah?
Pengalaman kami, pertama, bahwa realitanya ada orang-orang yang berkualitas tetapi belum aktif mengikuti kajian. Pemahaman keagamaannya masih kurang. Maka kami mensyaratkan jika diterima, mereka harus berkomitmen untuk aktif mengiktui kajian dan mengaji di Muhammadiyah.
“Jika mereka tidak mau bagaimana? Ya, mohon maaf, mungkin rejekinya di tempat lain. It’s simple.”
Jangan harap mereka memiliki loyalitas kepada perjuangan AUM dan Muhammadiyah. Wong dengan perintah Allah Ta’ala saja mereka enggan, apalagi tugas dan perintah dari pimpinan di AUM.
Kedua, Sebagian angkatan kerja mungkin belum memiliki kemampuan terbaik yang kita harapkan. Kita sebagai pimpinan di sebuah lembaga harus menyadari hal tersebut. Bukankah di negeri ini banyak sekali gedung-gedung balai diklat. Banyak kegiatan-kegiatan diklat peningkatan kualitas SDM.
Memang begitulah, saat menerima SDM baru, kita harus siap untuk mengalokasikan sumber daya untuk diklat peningkatan SDM. Ini hal sangat mendasar dan penting, program peningkatan kualitas SDM.
Ketiga, tentang pertanyaan, “Sanggupkah aktif mengikuti kajian di Muhammadiyah?” Hampir semua dari mereka mengatakan, “Siap!”.
Hemat kami, kebaikan sering kali awalnya dikondisikan. Akan tetapi, lama-lama akan terbiasa. Lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan. Lama-kelamaan akan menjadi way of life. Menjadi kebutuhan dan kesenangan. Termasuk kebaikan dalam bentuk mengikuti kajian di Muhammadiyah. Toh, ngaji di Muhammdiyah sesungguhnya adalah suatu kebaikan bagi mereka. Bagi kita semua.
Pengalaman kami, setelah asatidz mengiktui kegiatan dan kajian-kajian di Muhammadiyah. Alhamdulillah, banyak asatidz kami yang awalnya bukan dari anggota Muhammadiyah akhirnya aktif di ortom-ortom Muhammadiyah. Mereka ada yang aktif di Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Hizbul wathan, Tapak suci, dan beberapa aktif di lembaga di bawah Muhammadiyah, seperti LazisMu, MDMC, dll. Ternyata mereka nyaman dengan gerak dan model dakwah Muhammadiyah yang menggembirakan dan mencerahkan. Lalu, jika ada yang bertanya lebih utama kader atau yang berkualitas? Maka jawabannya adalah kader yang berkualitas lebih utama.