PWMJATENG.COM, JAKARTA– Komisi Fatwa MUI sebelumnya sudah mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca asal perusahaan farmasi inggris tersebut haram karena mengandung unsur babi (19/3)
Pengurus Pusat Muhammadiyah juga belum mengambil sikap resmi tentang vaksin AstraZeneca yang akan digunakan kepada pemerintah untuk penanganan Covid-19, namun demikian MUI menyatakan vaksin tersebut boleh digunakan dalam keadaan kondisi darurat saja.
“Prinsip kami sepanjang MUI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak ada persoalan, Muhammadiyah akan menyesuaikan,” ujar Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mohammad Masudi.
Marsudi selaku Tajdid Pimpinan Pusat Muahmmadiyah mengatakan bahwa, Sejauh ini Muhammadiyah memang masih belum membahas resmi terkait tentang vaksin AstraZeneca itu. Pandangan Muhammadiyah atas vaksin AstraZencea tersebut prosedurnya juga seperti halnya ketika organisasi itu menyikapi vaksin Sinovac yang kini digunakan pemerintah.
Dengan kondisi vaksin yang haram secara keagamaan namun kepentingannya untuk kondisi darurat kemanusiaan, Muhammadiyah tidak akan mempersoalkannya. Terlebih jika MUI dan BPOM sudah merestui.
“Kami juga tidak punya alat untuk mengkaji vaksin itu, kami akan hormati keputusan MUI dan BPOM,” kata Marsudi.
Arif Jamali Mu’is selaku Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) membenarkan kepada tempo bahwa belum mendapatkan instruksi resmi dari PP Muhammadiyah yang terkait vaksin AstraZeneca tersebut.
“Kebijakan soal fatwa itu kami sampai saat ini belum mendapat masukan dan input dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,” pujar Arif.
Arif juga menyatakan, jika MUI dan BPOM sudah mengijinkan vaksin tersebut meski itu diketahui haram, maka Muhammadiyah akan menghormati keputusan tersebut. Arif pun memperkirakan kepada umat Islam yang selama ini berpedoman pada fatwa yang dikeluarkan MUI juga tidak akan mempersoalkan karena kondisinya darurat. “Kami kira jika MUI menyatakan haram tapi mengijinkan vaksin itu untuk digunakan, itu keputusan yang tepat,” pujar Arif.
Penulis Kausal. Editor Ahmad Basyiruddin