Jejak Pembelajaran dari Negeri Jiran: Catatan Perjalanan ke Malaysia

Oleh: Najja Kharisma Intifahdah
PWMJATENG.COM, Perjalanan ke Negeri Jiran dalam rangka kegiatan Student Exchange menjadi salah satu pengalaman paling bermakna dalam fase kehidupan saya sebagai mahasiswa Farmasi sekaligus kader Muhammadiyah. Dari kota kecil Temanggung, menuju Yogyakarta sebagai pusat aktivitas akademik dan organisasi, hingga akhirnya terbang ke negeri seberang, saya merasa sedang mengikuti garis takdir yang Allah atur dengan begitu rapi. Tidak ada langkah yang sia-sia; setiap pertemuan, setiap tempat, setiap percakapan, semuanya menyusun catatan pembelajaran yang sebelumnya belum pernah saya dapatkan.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di International Islamic University Malaysia (IIUM), saya sadar bahwa saya sedang memasuki ruang belajar yang benar-benar berbeda. Di kelas, saya duduk berdampingan dengan mahasiswa dari berbagai negara dengan bahasa, kebiasaan, dan cara pandang yang beragam. Namun di situlah letak hikmahnya.
Kami berdiskusi tentang kesehatan, etika, pelayanan, dan nilai-nilai kemanusiaan global. Dari percakapan-percakapan itu, saya semakin memahami bahwa dunia jauh lebih luas dari ruang yang selama ini saya kenal. Dan bahwa menjadi bagian dari masyarakat global tidak harus menghapus identitas nasional ataupun identitas keislaman—justru identitas itu yang membuat kita dihargai dan diakui.
Sebagai mahasiswa Farmasi, pengalaman ini pula yang membuka mata saya tentang bagaimana standar pelayanan kesehatan dan kefarmasian bisa berbeda antarnegara. Meski begitu, nilai dasarnya tetap sama: keselamatan pasien dan integritas profesi.
Saya melihat bagaimana sistem pelayanan kesehatan di Malaysia dibangun dengan rapi: mulai dari manajemen obat, pendekatan klinis, hingga budaya disiplin kerja yang sangat kuat. Catatan kecil yang saya bawa pulang terasa seperti puzzle baru—tentang komunikasi yang lebih manusiawi, edukasi kesehatan yang lebih efektif, hingga kesejahteraan tenaga kesehatan yang lebih diperhatikan. Semuanya ingin saya pasangkan dengan realitas Indonesia, agar kelak saya bisa memberi kontribusi yang lebih nyata.
Salah satu titik paling menyentuh adalah kunjungan ke Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia. Saya datang sebagai tamu, tetapi disambut layaknya keluarga yang telah lama ditunggu.
Di sana, saya berkesempatan berdiskusi dengan Prof. Betania Zubaidi, dosen di IIUM sekaligus kader Muhammadiyah. Meski obrolan kami tidak panjang, nilainya sangat dalam.
Beliau membuka percakapan dengan bertanya,
“Tujuan Mbak Najja sekarang apa?”
Saya menjawab, “Memberi dan berbagi kebermanfaatan.”
Beliau tersenyum dan berkata,
“Bagus. Tapi hidup itu bukan hanya give and give. Jangan lupa untuk seek—untuk mencari, untuk belajar. Kita tak bisa mengisi gelas orang lain jika gelas kita sendiri kosong.”
Nasihat itu terasa mengendap lama di benak saya. Diskusi lanjutan bersama Mas Aunillah mengenai sistem Muhammadiyah di Malaysia, dinamika kaderisasi di rantau, dan semangat Islam berkemajuan membuat kunjungan ke PCIM Malaysia terasa bukan hanya hangat, tetapi juga mencerahkan dan meneguhkan identitas.
Saya belajar bahwa menjadi kader Muhammadiyah berarti menjadi pelita di mana pun kita berada—di kampung halaman, kampus, atau negara orang. Dan pengabdian tidak harus menunggu kita “menjadi seseorang”; ia dimulai dari langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan hari ini.
Perjalanan ini bukan hanya tentang menambah pengalaman, tetapi tentang menemukan kembali diri saya. Di tengah budaya baru dan tantangan berbeda, saya justru merasa jati diri Muslim dan kader Muhammadiyah semakin kuat.

Di Malaysia saya banyak merenung: tentang arah hidup, tentang peran generasi muda dalam membawa perubahan, dan tentang bagaimana setiap perjalanan harus bermuara pada kebermanfaatan.
Saya pulang dengan hati lebih lapang, pikiran lebih matang, dan semangat baru. Saya ingin membawa spirit global itu kembali ke Temanggung, kepada adik-adik dan teman-teman saya—bahwa anak muda dari kota kecil pun bisa melangkah sejauh mungkin, selama mau belajar, bekerja keras, dan menjaga nilai-nilai yang diajarkan keluarga dan Persyarikatan.
Perjalanan ke Malaysia memberi saya keyakinan bahwa masa depan penuh dengan kemungkinan, dan bahwa setiap langkah hari ini adalah bagian dari ikhtiar panjang untuk menjadi pribadi yang siap mengabdi. Semoga langkah kecil ini menjadi awal dari kontribusi yang lebih besar di masa depan.
Semoga semakin banyak generasi muda Muhammadiyah yang berani melangkah keluar dari zona nyaman dan kembali membawa manfaat bagi umat dan bangsa.
Semoga Allah meridai setiap langkah, mempertemukan saya dengan orang-orang baik, dan memudahkan saya menghadirkan manfaat—untuk diri saya, untuk keluarga dan Persyarikatan yang membesarkan saya, untuk Indonesia, dan untuk seluruh umat manusia.
Kontributor: Najja Kharisma Intifahdah
Editor: Al-Afasy


