
PWMJATENG.COM, Surakarta – Program Pabelan Inspiring 2 kembali digelar secara daring melalui Zoom pada Sabtu, 27 September 2025. Kegiatan yang diinisiasi oleh Alumni Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pabelan bersama LPM Pabelan ini menghadirkan sosok inspiratif, Fatah Sugito, alumni Pabelan yang kini dikenal sebagai pemilik Sekolah Alam Al Giva Bogor.
Dalam kesempatan itu, Fatah berbagi pengalaman hidup bertema “Membangun Holistik Pendidikan melalui Sekolah Alam.” Ia menceritakan perjalanan panjangnya dari dunia jurnalistik hingga mendirikan lembaga pendidikan yang menekankan pembelajaran berbasis alam dan nilai-nilai kemanusiaan.
Fatah merupakan aktivis LPM Pabelan pada dekade 1990-an. Pria kelahiran Klaten 51 tahun lalu ini aktif di bidang redaksi dan periklanan selama masa kuliahnya. Selepas kampus, ia mengawali karier di dunia pers di bawah jaringan Jawa Pos Group.
“Saya pernah menjadi wartawan di Radar Sukabumi selama setengah tahun. Selain itu, saya juga pernah bekerja di Radar Depok, Radar Bandung, dan Radar Bogor,” ungkap Fatah yang kini dikaruniai empat anak.
Tak berhenti di ruang redaksi, ia juga sempat mengelola biro iklan untuk koran-koran di bawah jaringan Jawa Pos. Pengetahuan jurnalistiknya ditempa melalui pelatihan dan magang di berbagai media, seperti Wisma Tempo, The Jakarta Post, dan Majalah Panji Masyarakat pada 1998.
Namun, perjalanan kariernya berubah arah ketika Fatah memutuskan menekuni dunia pendidikan. Pada 2012, ia mendirikan Sekolah Alam Al Giva di Bogor. Ia mengaku terinspirasi dari liputannya semasa menjadi wartawan tentang pengelolaan sekolah alam.
“Anak-anak harus bisa menikmati proses belajar tanpa tekanan, sesuai fitrahnya. Dengan begitu, mereka dapat mengembangkan bakat dan potensi alaminya,” jelas Fatah tentang alasan mendirikan sekolah alam.
Sebelum membangun Al Giva, ia melakukan survei ke berbagai sekolah alam dan sekolah Islam terpadu (IT). Dari hasil itu, ia mantap memilih konsep sekolah alam. “Awalnya hanya ada 17 siswa. Sekarang sudah berkembang menjadi sekitar 225 siswa dari tingkat TK, SD, hingga SMP,” ujar Fatah.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Ia menjelaskan, kurikulum Al Giva tetap berpedoman pada kurikulum nasional namun diperkaya dengan prinsip akhlak, ilmu pengetahuan, dan kepemimpinan. “Kami ingin anak-anak memiliki akhlak baik, cinta lingkungan, serta kemampuan berpikir kritis dan memimpin,” tutur Fatah.
Konsep pembelajarannya menggunakan metode spider web, yakni pendekatan tematik yang mengaitkan berbagai mata pelajaran dalam satu tema. Guru menggali rasa ingin tahu anak melalui observasi dan eksperimen. “Dengan metode ini, siswa belajar dengan cara melihat, menyentuh, dan merasakan langsung,” tambahnya.
Menurut Fatah, pembelajaran di sekolah alam lebih menekankan pada proses daripada hasil. “Anak harus riang dan tidak mudah bosan. Dari setiap kegiatan, guru bisa menanamkan nilai moral dan pengetahuan,” ucapnya.
Ia menegaskan, manfaat sekolah alam sangat besar bagi anak. Selain menumbuhkan rasa percaya diri, juga melatih kepekaan sosial, komunikasi, motorik, dan kecintaan terhadap alam. Di Al Giva, siswa tidak diwajibkan mengenakan seragam agar lebih bebas berekspresi.
Fasilitas sekolah pun cukup lengkap, mulai dari area bermain, kebun sayur, kandang ternak, dinding panjat, arena berkuda, hingga lapangan panahan. Sekolah ini juga rutin mengadakan market day, open house, dan kegiatan outbond untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dan semangat eksplorasi siswa.
Selama dua tahun terakhir, Fatah mengembangkan jenjang SMP di Al Giva. “Permintaan orang tua siswa cukup tinggi, maka kami membuka SMP untuk memfasilitasi alumni sekolah kami,” ujarnya.
Sementara itu, pendiri Pabelan Inspiring, Agus Yuliawan, mengatakan bahwa pembangunan pendidikan harus kembali pada makna hakikinya. “Pendidikan tidak hanya mencetak orang pintar secara akademis, tapi membentuk pribadi berkarakter, empatik, dan kreatif,” tegasnya.
Ia menilai, pendidikan holistik seperti yang dijalankan Fatah adalah model ideal karena memandang manusia secara utuh—dari sisi intelektual, emosional, sosial, moral, hingga spiritual. “Esensi pendidikan sejatinya adalah memanusiakan manusia yang merdeka,” pungkas Agus.
Kontributor : Pujoko
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha