Khazanah Islam

Mempercepat Salat Demi Meringankan Jamaah Tidak Dibenarkan, Ini Alasannya!

PWMJATENG.COM, Surakarta – Dalam kehidupan berjamaah, imam sering kali dihadapkan pada dilema antara menjaga kekhusyukan salat dan memperhatikan kondisi makmum. Namun, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bahwa mempercepat salat dengan alasan meringankan jamaah bukanlah tindakan yang dibenarkan secara syariat.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Imron Rosyadi, menjelaskan bahwa persoalan ini muncul dari sebuah pertanyaan yang kemudian dibahas dalam forum resmi Majelis Tarjih. Hasilnya, forum tersebut mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa mempercepat salat demi jamaah tidak sesuai dengan prinsip dasar ibadah dalam Islam.

“Fatwa Majelis Tarjih menyatakan bahwa mempercepat salat demi meringankan jamaah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak mengindahkan tuma’ninah,” ujar Imron Rosyadi dalam pengajian Tarjih Online UMS, Selasa (7/10).

Menurutnya, salat merupakan ibadah mahdhah yang memiliki ketentuan baku dan tidak dapat diubah kecuali terdapat dalil yang sahih. Ia menegaskan bahwa dalam fikih Islam terdapat kaidah yang menyatakan, “al-ashlu fil ‘ibadah at-tahrim illa ma dallad dalilu ‘ala khilafihi”, yang berarti bahwa pada dasarnya ibadah itu terlarang dilakukan kecuali ada dalil yang membolehkannya.

“Artinya, segala bentuk modifikasi dalam tata cara ibadah tidak boleh dilakukan tanpa dasar syar’i. Termasuk mempercepat salat dengan alasan kasihan kepada jamaah, hal itu bertentangan dengan kaidah fikih yang telah mapan,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut.

Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!

Imron menambahkan, mempercepat gerakan salat hanya karena mempertimbangkan kenyamanan jamaah justru dapat melanggar prinsip dasar ibadah. Dalam kitab Fathul Bari, lanjutnya, dijelaskan bahwa salat harus diniatkan semata-mata karena Allah SWT, bukan karena keinginan untuk menyenangkan atau meringankan jamaah.

“Ibadah salat adalah bentuk penghambaan yang murni. Jika motivasinya berubah dari mencari ridha Allah menjadi ingin memuaskan makmum, maka nilai spiritualnya akan berkurang,” tegasnya.

Lebih jauh, Imron menekankan pentingnya menjaga tuma’ninah dalam setiap gerakan salat. Ia menjelaskan bahwa tuma’ninah bukan sekadar jeda diam antara rukun, tetapi juga merupakan inti dari kekhusyukan salat itu sendiri.

“Salat sejatinya adalah momen komunikasi penuh ketenangan antara hamba dan Tuhannya. Ketika seseorang terburu-buru dalam salat, ia kehilangan ruh dari ibadah itu,” ungkapnya.

Menurut Imron, tuma’ninah menjadi salah satu syarat sah salat yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SAW sendiri mencontohkan salat dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan, bahkan menegur sahabat yang salat terlalu cepat hingga gerakannya tidak sempurna.

Ia menilai, fenomena mempercepat salat karena pertimbangan jamaah sering kali lahir dari niat baik, tetapi tidak didasari pemahaman yang tepat. Sebagai imam, seseorang memang memiliki tanggung jawab terhadap kenyamanan makmum, namun bukan berarti boleh mengurangi esensi salat.

“Islam mengajarkan keseimbangan antara kemaslahatan jamaah dan kesempurnaan ibadah. Imam seharusnya menjaga ritme salat yang sesuai tuntunan Rasulullah, bukan mengikuti keinginan jamaah,” imbuhnya.

Imron berharap para imam masjid dan mushala lebih memperhatikan adab dan tata cara salat sesuai sunnah. Ia mengingatkan, setiap gerakan dalam salat memiliki makna spiritual yang dalam dan tidak boleh direduksi menjadi sekadar rutinitas cepat.

Kontributor : Adi
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE