
PWMJATENG.COM, Surakarta – Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perawatan dan pemulihan fisik terus meningkat, namun akses layanan fisioterapi di Indonesia masih terbatas, terutama di wilayah pedesaan. Kondisi ini menjadi inspirasi bagi sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) untuk menciptakan solusi digital yang menjembatani kesenjangan tersebut.
Mereka menamai inovasi itu Physio Connect: Smart and Intelligent of Self Care and Clinical Treatment, sebuah aplikasi berbasis teknologi yang menawarkan layanan fisioterapi digital terpadu. Karya ini berhasil membawa Tim Physio Connect meraih medali perak dalam ajang internasional Indonesia Inventors Day (IID) 2025, mengungguli ratusan karya inovatif dari berbagai negara.
Tim tersebut beranggotakan mahasiswa Program Studi Fisioterapi dan Bisnis Digital UMS, yakni Urip Pamungkas Jati Dharma sebagai ketua tim, bersama Hafidh Erli Nurdin Pratama, Meitha Wila Roseyani, Yudha Wirajati, Shandhi Putri Wahyu Sartika, Nabil Oktora Ramadhan, dan Jafar Annashirudin, dengan bimbingan dosen pendamping Arif Pristianto.
“Awalnya saya dan dua teman hanya ikut lomba nasional. Setelah beberapa kali menang, Pak Arif menyarankan agar kami mencoba ke tingkat internasional,” ujar Urip Pamungkas saat ditemui, Selasa (7/10).
Menurut Urip, proyek ini bermula dari kolaborasi antara lima mahasiswa Fisioterapi dan dua mahasiswa Bisnis Digital. “Karena aplikasinya berbasis digital, kami butuh bantuan dari rekan yang paham di bidang teknologi dan bisnis. Dari situlah kerja sama ini terjalin,” jelasnya.
Gagasan utama pengembangan Physio Connect muncul dari persoalan ketimpangan akses layanan fisioterapi antara kota dan desa. “Banyak masyarakat di daerah sulit menjangkau layanan fisioterapi. Padahal kebutuhan meningkat, tapi fasilitas masih terpusat di perkotaan. Kami ingin menghadirkan solusi lewat teknologi,” tutur Urip.
Aplikasi tersebut memiliki beragam fitur unggulan. Salah satunya Journal Link, yang menghubungkan pengguna dan terapis dengan berbagai jurnal ilmiah berbasis bukti (evidence-based physiotherapy). “Kami ingin menjembatani kebutuhan akan literasi ilmiah dalam praktik fisioterapi,” ungkap Urip.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Fitur lain, Exercise Fit, memungkinkan pengguna menjalankan program latihan sesuai kebutuhan individu. “Pengguna bisa mengetahui intensitas, repetisi, hingga cara latihan yang benar, semuanya berbasis referensi ilmiah agar kredibel,” tambahnya.
Tim juga menghadirkan Telephysio, fitur konsultasi daring antara pasien dan fisioterapis. “Biasanya, konsultasi harus dilakukan tatap muka. Dengan Telephysio, pasien bisa tetap berkonsultasi meski dari rumah,” jelas Urip.

Tak kalah menarik, fitur Near Therapy membantu pengguna menemukan klinik fisioterapi terdekat melalui peta digital. Ada pula Posture IQ, yang memungkinkan pengguna menganalisis postur tubuh secara mandiri hanya dengan mengambil foto. “Dari foto itu, muncul analisis postur serta rekomendasi latihan untuk memperbaikinya,” lanjutnya.
Pengembangan aplikasi ini berlangsung sekitar empat bulan menjelang kompetisi. “Kami mulai dari semester empat, dan pengembangannya rampung tiga sampai empat bulan sebelum lomba,” terang Urip.
Menghadapi kompetisi berskala internasional bukan hal mudah. Urip mengakui, timnya sempat merasa minder. “Pesaing kami dari berbagai negara, termasuk Korea yang teknologinya maju. Tapi kami jadikan itu motivasi untuk menunjukkan bahwa mahasiswa Indonesia juga punya potensi besar,” katanya penuh semangat.
Baginya, mengikuti ajang internasional adalah pengalaman berharga. “Ini pertama kali saya ikut lomba internasional dan bekerja dengan tim luar biasa. Semua perjuangan itu jadi pengalaman terbaik selama kuliah,” ucapnya.
Setelah sukses menorehkan prestasi di IID 2025, Tim Physio Connect berencana melanjutkan pengembangan aplikasi dan mengikuti kompetisi lainnya. “Kami tidak ingin berhenti di satu pencapaian. Harapannya, inovasi ini bisa terus dikembangkan agar layanan fisioterapi di Indonesia makin mudah diakses,” tutur Urip optimistis.
Di akhir wawancara, Urip berpesan kepada mahasiswa agar berani keluar dari zona nyaman. “Jangan takut mencoba hal baru. Rasa takut itu jadikan motivasi. Tim lain mungkin terlihat lebih unggul, tapi setiap usaha pasti berbuah hasil. Fokus pada tujuan dan nikmati prosesnya,” pungkas mahasiswa berprestasi tersebut dengan senyum percaya diri.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha