Tokoh

Sukamto Bertani Tambak Selama 44 Tahun, Begini Hasilnya

PWMJATENG.COM, KENDAL – Bagi warga desa Kartika Jaya, Patebon, Kendal, khususnya mereka yang bertempat tinggal di pesisir pantai dan berprofesi sebagai petani tambak, sosok H. Sukamto (68) ternyata cukup familiar, meskipun ia bukan penduduk setempat. Sukamto adalah warga Desa Sarirejo, Kaliwungu. Lelaki berambut putih itu dikenal warga tidak hanya keramahannya, tetapi semangat kerja di dunia pertambakan patut diacungi jempol. “ Saya hidup di tambak tidak kurang dari 9 jam hampir setiap harinya. Itu belum termasuk malam hari jika ada informasi dari pegawai dan saya harus datang “ kata Sukamto yang juga ketua PCM Kaliwungu ketika ditemui awak media pwmjateng.com di area tambak miliknya, Ahad siang (16/9). Bagi Pak Kamto, begitu banggilan akrabnya, tambak adalah dunianya yang tidak bisa lepas dari kesehariannya, karena baginya petani tambak adalah pilihan hidup sejak 1974 lalu.

“ Karena saya orang pendatang awalnya sewa 2 hektar dengan harga Rp 90.000; selama 2 tahun. Saya tebar benih udang alami dan bandeng. Panen pertama rugi, kolap, dan hampir putus asa, “ kenang suami dari Hj. Sumiyatun di awal usahanya.

Kerugian pertama tidak menjadikan Sukamto yang tidak tamat SMP dan memiliki 6 anak dan 17 cucu itu tidak lari dari dunia pertambakan. Ia bangkit dan berusaha lagi agar tidak gagal untuk ke dua kalinya. “Bulan September 1974 saya hanya menebar benih udang alami, dan alhamdulillah Desember ada hasil cukup baik. “ ujar Kamto.  Waktu panen ke dua Sukamto juga membeli udang hasil dari petani tambak di sekitar. “ Saya mbakuli, karena waktu itu belum ada pembeli udang di sekitar tambak kemudian saya jual di Semarang dan kota besar lainnya. “ lanjutnya.

Atas keuletan, kedisplinan, kejujuran dan kesabaran Sukamto sebagai petani tambak dan bakul udang ternyata mampu mengembangkan usahanya dengan membeli tambak seluas 3 hektar, harganya Rp 375.000. Hal itu berlangsung sampai tahun 1985. Memasuki tahun 1988 keberuntungan kembali dirasakan oleh Sukamto. “ Ketika pak Presiden Soeharto lengser saya justru diuntungkan. Waktu itu harga dollar naik, ketika itu pula harga udang dan bandeng mahal. Saya dapat untung lebih dari Rp 200.000.000, jumlah uang yang sebelumnya belum pernah saya pegang. Uang itu saya gunakan untuk biaya pendidikan anak, beli rumah 3 untuk anak – anak saya. “ kenang Kamto lagi.

Seperti berwiraswasta pada umumnya Sukamto juga mengalami kerugian. “ Penyakit udang itu merepotkan, diantaranya adalah White Feces Disease, penyakit kotoran putih yang menyerang ketika udang berumur dua bulan.WFD diakibatkan air laut yang kotor dan bisa membuat udang mati secara massal, maka untuk menyelamatkan adalah dipanen, meskipun belum waktunya. Udang juga bisa terkena penyakit White Spot Syndrome, penyakit bintik putih karena nafsu makan berkurang dan bisa mati secara perlahan. Jika usia udang kurang dari 1 bulan saya membasmi udang dengan cara bom. Air, udang, dan sisa makanan yang menumpuk di dasar tambak dibuang habis, tambak dinetralkan. Infectious Myo Necrosis Virus.Orang tambak menyebutnya penyakit Myo yang membuat udang terlihat pucat. Penyebabnya kualitas air menurun. Penyakit Myo ini sulit diobati, dan satu – satunya harus dipanen walaupun belum profit. “ beber Sukamto.

Penyakit ikan bandeng menurut Sukamto tidak separah udang. “ Penyakit bandeng itu kita sebut kuntet, sulit besar walaupun diberi makan cukup “ ungkapnya.

Karena telah memahami psikologis udang dan bandeng puluhan tahun, maka apapun yang dialami oleh kedua hewan air itu bagi Sukamto tidak begitu risau, dan harus cepat tanggap apapun resikonya. “ Sikap itu harus dimiliki oleh setiap petani tambak, tidak perlu merenungi berlama – lama atas kerugian yang dialaminya “ katanya lagi

Sukamto mengaku pernah memiliki 20 hektar tambak, namun akhirnya berkurang karena termakan oleh laut dan sebagaian dijual. Sekarang tinggal 7 hektar. Untuk pemeliharaan tambak seluas itu Sukamto dibantu oleh 6 karyawannya yang bertugas mulai penyiapan lahan, tebar benih, pemberi pakan, perawatan sampai panen berlangsung.

“ Alhamdulillah, usaha tambak saya membawa berkah “ ujarnya bersyukur. “ Anak saya 6 dan alhamdulillah semua sudah sarjana “ ucap Kamto sambil tersenyum. Lebih dari itu menurutnya sekarang harga udang vaname dan bandeng sedang baik.

“ Harga udang vaname sekarang sedang melejit, Rp 67.000/kilo dan bandeng Rp 25.000/kilo isi 5 ekor “  katanya. Akhir September ini Sukamto panen dan diperkirakan bisa mengantongi Rp 900.000.000, jika dikurangi modal pembiayaan akan diperoleh untung bersih hampir Rp 200.000.000.

Profesi Sukamto sebagai petani tambak tidak mengurangi semangat bermuhammadiyah. Tugas dan kewajiban memajukan persyarikatan tetap dilaksanakan. “ Kami sedang menyiapkan dana Rp 15 miliar untuk pengembangan RSU Darul Istiqomah Kaliwungu dan persiapan akreditasi  “ katanya.

Lebih dari itu Sukamto yang juga wakil ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PDM Kendal menilai Muhammadiyah masih memandang sebelah mata kepada petani tambak. ” Kepedulian persyarikatan kepada warga tani tambak belum terlihat, khususnya di Jawa Tengah “. Beliau berharap ke depan peran MPM bisa lebih eksis dalam meningkatkan perannya kepada nelayan dan petani tambak. (Abdul Ghofur/MPI Kendal)

 

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE