Kolom

Momentum memunculkan Kembali Kesadaran Teknokratis Muhammadiyah

Oleh IMMawan Ahmad Zia Khakim. SH (Aktivis Muhammadiyah)

Dalam Diskursus pewacanaan Kebangsaan, terutama Ketika mendekati Pemilu ataupun ajang Muktamar, Muhammadiyah selalu dihadapkan Dengan adanya dua desakan, Baik berasal Dari Publik External, ataupun kadernya sendiri internal.
Desakan agar Muhammadiyah mulai melek secara Politik disatu sisi, Dan disisi lain desakan agar Muhammadiyah tetap pada Khittahnya Dengan berada pada jalur Dakwah kulturalnya, perbincangan ini Semakin riuh dan meramaikan Internal Persyarikatan, Kita harus Reflektif melihat semakin minimnya kader-kader Muhammadiyah yang masuk dalam kontestasi Politik pemerintah [ Hight Politic ] Sebaik – baiknya Siyasah [Meminjam Istilah Hos Cokroaminoto ] Posisi ini sekan menjadi badai Kritis Dan Kritik paradigmatik selain gerakan juga pemikiran yang menghujam Muhammadiyah. Karena yang Kita tahu Lewat pembacaan penulis, Muhammadiyah telah menghabiskan diri sebagai gerakan dakwah Amar ma’ruf Nahi munkar.

Lompatan Extrimesme (Kuantum)

Taawaran gagasan. Secara epistimologi -ontologis, Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan Sosial -keagamaan yang lahir Dari penalaran wahyu dan Realitas lokal KH. Ahmad Dahlan, yang bercikal bakal pada nalar Kritis atasTradisi lokal yang despotic (kaku) Dalam Diskursus pewacanaan Kebangsaan di tubuh Muhammadiyah harus tetap pada Khittahnya, dengan berada pada jalur Dakwah kulturalnya, Dan Mengabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa dengan mengayomi semua partai politik dengan menyamakan porsi Selama bertujuan untuk mendorong Amar ma’ruf Nahi munkar kearah gerakan Politik praktis.

Kritikan ini sementara waktu Bisa diterima dengan alasan godaan Politik yang nantinya akan menimbulkan lompatan Kuantum Extrime dalam Muhammadiyah, dari kesadaran hermeneutis menuju kesadaran Teknokratis. pergeseran makna dari Cara kultural menuju penciptaan makna secara teknis.

Perlu Kita ingat, Satu Hal dengan Perubahan ini bukan berarti Muhammadiyah akan bebas makna dan menjadikan Seolah fana (hampa) Tradisi dakwah kultural. Sebaliknya justru Perubahan ini akan menjadi semakin mendekatkan Muhammadiyah kepada tujuan dakwah Amar ma’ruf Nahi munkar. Sebagai Produk Modernisasi Muhammadiyah yang semestinya memang dipandang senagai lembaga /ormas yang tidak bebas Nilai dan final yang tidak lagi menerima masukan-masukan yang beriringan dengan semangat Zaman (Diabad ke 2 Muhammadiyah). penulis berharap Muhammadiyah Kian Cerdas, lincah, lihai sekaligus elastis dalam menghadapi berbagai kontestasi – kontestasi yang menyangkut hajat orang banyak, Apalagi agenda-agenda didepan 2019/2020 Sangat Strategis dalam rangka ikut andil menentukan nasib Bangsa. (Tetap menjadi Kompas penentu arah Negeri)

Muhammadiyah harus disadari berakar dari proyek geneologinya KH. Ahmad Dahlan, sebagai daur ulang Islam revivalisme yang dikembang biakan dari Muhammad Abduh dan jalaluddin Al -Afghani puluhan Tahun lalu, yang kembali kepada claim Ar-ruju Ila al-Quran wa As-Sunnah.

Dalam iklim demokrasi yang di selenggarakan Kian marak Dari tingkat RT RW, Kelurahan, desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi Hingga Negara. Tentu Kita harus Refleksi ke kedalam sejauh apa ikut andil memperankan diri sebagai Agent Pencerakan untuk kemaslahatan umat Dari SKala lokal Hingga Global Yang semuanya penulis kira Bisa di persiapkan Sedini mungkin Dari dalam tubuh persyarikatan [ Kritik Tajam kepada Muhammadiyah memang Tidak mencetak / design secara serius tersistemik dalam upaya-upaya menyiapkan Generasi Calon Pemimpin (leader) Dari SKala lokal Hingga Global) terbukti Capres. Hingga Cawapres Selama ini Masih Sangat minim, yang betul-betul lahir Dari Rahim Muhammadiyah.

Kekuatan Politik dalam Islam adalah hal yang paling ditakuti dalam dunia. Maka tidak heran bila Samuel P Hungtington dalam bukunya Who Are We?
Mengatakan ‘islam is the only Civilization which has put the survival of the West in doubt, and it has done at least twice” bahwa hanya islamlah yang dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan peradaban Barat. Tengoklah di negara-negara Arab spring Countries.

Penggerak Zaman berkemajuan.
Di era Kepemimpinan Din Syamsyuddin, Muhammadiyah sebetulnya telah bermetamorfosa menjadi sebuah gerakan Islam (Al – Tajrid) Purifikasi islam secara bersamaan juga gerakan pembaharuan ( At Tajdid), seperti keberhasilan dalam melakukan jihad konstitusi berupa gugatan terhadap UU Migas Dan UU Sumber Daya Air. Padajal reseach salah Satu Mahasiswa UI Fakultas Hukum Ada Ratusan UU yang Kontra Revulisioner Dengan semangat kedaulatan Negara Kita, Meskipun Sudah di Judicial Review di Mahkamah Konstitusi keputusan itu Tidak di iringi Dengan keindahan Realitas.

Berpolitik hanyalah sebuah alat, substansinya adalah tujuan baldatun Toyyiban warobbun ghofur. Munculnya kesadaran Teknokratis memang bukanlah ide baru dalam Muhammadiyah akan tetapi tetap harus dihadapi secara Arif Dan bijaksana.kemunculannya sehingga mampu melahirkan kader-kader baru yang Akan menjadi Pendobrak peradaban atau melahirkan generasi- generasi Muhammadiyah Dan Islam yang Progressive dalam menjawab Tantangan dan kebutuhan Zaman.
Mari Berta’awun untuk Negeri, Fastabiqul Khoirot !

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE